TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Muslim di Amsterdam, Belanda menyatakan Islamofobia di negara itu menguat, dan makin terlihat sebagai sesuatu yang normal.
Sebuah survei yang dimuat Penelitian koran lokan Hetparool, menyebutkan Islamofobia menyebabkan seorang muslim kesulitan mendapat hak yang sama di pekerjaan, pelecehan verbal bagi perempuan berhijab, dan perundungan siber.
Diwartakan NL Times, 20 Februari 2022, bahwa anak-anak dan remaja Muslim dihadapkan pada pernyataan dan reaksi Islamofobia dari murid dan guru di sekolah. Hampir semua responden juga mengatakan kesulitan mencari magang, sementara teman sekelas kulit putih mereka berhasil melakukannya.
Tren berlanjut di pasar tenaga kerja, di mana responden melaporkan ditolak karena nama keluarga dan latar belakang mereka. Mereka juga menghadapi pertanyaan yang sama sekali tidak relevan dalam wawancara kerja, seperti tentang perasaan mereka tentang hubungan gender, terorisme, LGBT, atau kesetiaan mereka kepada Belanda.
Wanita yang memakai jilbab mengatakan mereka sering dipanggil, atau gangguan lain. Di transportasi umum dan toko, banyak Muslim merasa diabaikan atau terus-menerus diawasi oleh staf karena penampilan mereka.
Baca Juga:
Menurut para peneliti, responden percaya normalisasi Islamofobia didorong oleh meningkatnya pengaruh spektrum politik ekstrem kanan. Media juga berperan, dengan banyak responden mengatakan bahwa cara Muslim digambarkan memiliki efek polarisasi dan berkontribusi pada citra diri yang negatif. Belum lagi pengkhotbah provokatif yang menegaskan perbedaan antara Amsterdam yang sekuler dan Muslim.
Peneliti mengatakan jika banyak responden yang menyebut Islamofobia sebagai masalah besar dalam hidup mereka, yang tidak bisa mereka pertahankan lagi. Pada satu sisi, mereka memilih untuk belajar menjalaninya, tapi di sisi lain diskriminasi ini absurd karena hampir selalu terjadi tanpa hukuman.
Berikutnya: Kebebasan beragama di bawah tekanan