TEMPO.CO, Jakarta - Nama istri almarhum Yasser Arafat, Suha Arafat menjadi lebih banyak disebut-sebut setelah dengan berani menyebut suaminya mati karena dibunuh. Asumsi itu ia ungkapkan belum lama setelah Abu Ammar, begitu ia memanggil suaminya, meninggal di Rumah Sakit Militer Percy, dekat Paris, Perancis. Kepada media Suha menyebutkan ada konspirasi yang mencoba mengubur Yasser Arafat hidup-hidup.
Melansir dari reuters.com, Suha sempat menjenguk Yasser Arafat sebelum suaminya meninggal, sebelumnya Suha yang melarikan diri dari Palestina dengan putri kecil mereka setelah pecahnya pemberontakan melawan pendudukan Israel pada 2000.
Setelah berpisah selama tiga tahun dalam pelarian, pertemuan terakhir Suha dengan Arafat tidak lama. Arafat meninggal dengan vonis gangguan darah.
Pada 2012, kecurigaan Suha terbukti, Yasser Arafat tak mati secara alami. Setelah penyelidikan dengan menggali kuburan pemimpin Palestina itu, ahli forensik Swiss menemukan bahwa terdapat kandungan radioaktif polonium 18 kali lebih tinggi dari umumnya.
Suha Arafat kembali angkat bicara soal kematian suaminya, sekali lagi. Janda Yasser Arafat itu meminta penyelidikan di pengadilan Prancis. Ia menuduh seseorang dari lingkaran dalam pemimpin Palestina telah meracuni suaminya.
aljazeera.com menulis, Suha yang lahir di Yerusalem pada 1963, tumbuh dalam keluarga kaya. Ayahnya bankir dan ibunya, Raymonda Tawil, seorang penyair dan jurnalis nasionalis yang pernah memberikan Layanan Pers Palestina di Yerusalem.
Dibesarkan sebagai seorang Katolik, Suha mengenyam pendidikan di Sekolah Suster Rosario di Yerusalem. Setelah lulus, ibunya menggunakan hubungan dekatnya dengan Yasser Arafat untuk mendapatkan beasiswa bagi Suha di Sorbonne, Paris.
Ibu Suha memperkenalkan Yasser Arafat kepada puterinya saat dia belajar di Sorbonne. Yasser Arafat kemudian memperkerjakan Suha sebagai staf pribadinya di Tunis.
Menurut biography.com, pada 1990, Yasser Arafat, seorang Muslim Sunni, menikahi Suha, yang masuk Islam. Pada saat itu, Arafat berusia 62 tahun dan Suha 28 tahun. Pernikahan rahasia itu mengejutkan sebagian besar warga Palestina karena Arafat selalu mengatakan bahwa dia “menikah dengan tujuan Palestina.”
Setelah penandatanganan Kesepakatan Oslo dan kembalinya kepemimpinan PLO dari pengasingan pada 1994, Suha tinggal bersama suaminya di sebuah rumah sederhana berlantai dua di Kota Gaza. Sejak awal, mereka dikabarkan hidup terpisah dan memiliki tempat tinggal terpisah di rumah mereka. Meskipun dia masuk Islam, apartemennya dihiasi dengan gambar Yesus Kristus, Paus Yohanes Paulus II, dan Yasser Arafat muda.
Suha mendirikan sebuah organisasi bantuan untuk meningkatkan status perempuan dalam masyarakat Palestina. Sementara sebagian besar wanita di Gaza memiliki sedikit hak dalam sistem Islam otoriter yang berlaku di sana, Suha menikmati hak istimewa yang langka untuk mengendarai mobil dan berkeliling daerah miskin dengan BMW birunya.
Pada Juli 1995, pasangan Suha dan Yasser Arafat dikaruniai putri bernama Zawha. Keputusan Suha untuk melahirkan di sebuah rumah sakit Prancis membuat marah banyak warga Palestina di kamp-kamp pengungsi di Jalur Gaza, terutama setelah dia mengatakan bahwa kondisi sanitasi di rumah sakit Palestina adalah “bencana.”
Menurut reuters.com, ketika pemberontakan Palestina meningkat pada 2000, Suha membawa putrinya dan pergi untuk tinggal bersama ibunya di Paris. Kepergiannya semakin membuat marah para pengkritiknya, yang mengatakan dia melarikan diri dari kesulitan hidup sehari-hari di bawah Israel demi gaya hidup mewah di Prancis.
Sementara Arafat dikenal dengan pakaian militernya, penampilannya yang tidak rapi, dan gaya hidup yang keras, Suha menunjukkan gaya hidup boros setelah pindah ke Paris. Dia menerima tunjangan bulanan sebesar US$100 ribu.
Kegiatan Suha juga menarik perhatian jaksa Prancis, yang mengumumkan pada Oktober 2003 bahwa mereka telah membuka penyelidikan pencucian uang atas transfer US$11,4 juta dari Swiss ke rekening bank Prancis. Suha juga menjadi perhatian karena sejumlah komentar kontroversialnya.
Pada 11 November 1999, kepada Ibu Negara AS Hillary Rodham Clinton, Suha mengatakan, “Rakyat kami telah menjadi sasaran penggunaan gas beracun setiap hari dan ekstensif oleh pasukan Israel, yang telah menyebabkan peningkatan kasus kanker di kalangan wanita dan anak-anak.”
Dalam sebuah wawancara pada 2001, Suha mengumumkan, ia membenci orang Israel dan menentang normalisasi dengan mereka. “Mereka bertanggung jawab atas masalah yang dimiliki anak-anak kita.”
Pada 2002, tepat sebelum suaminya mengutuk semua tindakan teroris yang mentargetkan warga sipil, Suha tampaknya mendukung bom bunuh diri, dengan mengatakan bahwa jika dia memiliki seorang putra, “tidak ada kehormatan yang lebih besar” daripada mengorbankannya untuk tujuan Palestina.
Suha juga terang-terangan mengkritik banyak penasihat Palestina untuk suaminya dan beberapa usaha besar Otoritas Palestina. Dalam satu wawancara, Suha mengolok-olok kasino yang dikelola Palestina di Yerikho sebagai aib. “Kami tidak memiliki rumah sakit, tidak ada saluran pembuangan, anak-anak yang sakit, masyarakat yang sakit secara keseluruhan. Tapi, oh, kami berjudi. Besar...”
Baca: Yasser Arafat dan Konspirasi di Sekitar Kematiannya
HENDRIK KHOIRUL MUHID | EK