TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi diminta Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menjadi pembicara dalam World Leaders Summit on Forest and Land Use. Acara itu akan berlangsung pada hari kedua KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau Conference Of Parties ke-26 (COP 26) Konvensi Kerangka Kerja PBB, Selasa, 2 November 2021 waktu setempat.
“Acara Presiden di hari kedua COP26 adalah menjadi pembicara pada World Leaders Summit on Forest and Land Use (konferensi pemimpin dunia yang membahas penggunaan hutan dan lahan)," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam keterangan pers daring disiarkan dari Glasgow, Skotlandia, yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Menlu Retno menjelaskan bahwa dalam pertemuan tersebut, hanya ada tiga pembicara yang mendapat undangan khusus dari Boris Johnson selaku tuan rumah Konferensi Pemimpin Dunia COP 26. Selain PM Johnson, undangan ditujukan kepada Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Kolombia Iván Duque Márquez.
"Hanya akan ada tiga pembicara atas undangan Perdana Menteri Inggris yaitu Perdana Menteri Inggris kemudian Presiden Kolombia dan Presiden Jokowi," ujar Menteri Retno.
Setelah menjadi pembicara di World Leaders Summit on Forest and Land Use, Presiden Jokowi bersama rombongan akan langsung menuju Bandara Glasgow Prestwick, Skotlandia, untuk kemudian lepas landas menuju Bandara Internasional Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Presiden Jokowi akan melanjutkan lawatannya ke Uni Emirat Arab untuk memperkuat hubungan kerja sama kedua negara, terutama di bidang perdagangan dan investasi.
Pada hari pertama KTT COP 26, Jokowi telah menyampaikan komitmen dan konsistensi Indonesia untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Jokowi memaparkan kinerja Indonesia, di antaranya telah menurunkan deforestasi dan menanggulangi kebakaran hutan.
Selain itu, Indonesia juga telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600 ribu hektare hingga 2024 dan 3 juta lahan kritis antara tahun 2010-2019.
Di sektor energi, Indonesia mengembangkan ekosistem mobil listrik dan pembangunan pembangkit tenaga surya terbesar di Asia Tenggara.
Namun, Presiden Jokowi juga mempertanyakan kontribusi negara-negara maju untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
"Kami, terutama negara yang mempunyai lahan luas hijau dan potensi dihijaukan serta negara yang memiliki laut luas yang potensial menyumbang karbon membutuhkan dukungan dan kontribusi dari negara-negara maju," ungkapnya.
"Indonesia akan dapat berkontribusi lebih cepat bagi net-zero emission (emisi bersih) dunia. Pertanyaannya, seberapa besar kontribusi negara maju untuk kami? Transfer teknologi apa yang bisa diberikan? Program apa yang didukung untuk pencapaian target SDGs yang terhambat akibat pandemi?" ujar Presiden Jokowi.
Baca: Jokowi Masuk Daftar Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia
ANTARA