TEMPO.CO, Jakarta - Mulai November, Pemerintah Amerika akan membuka perbatasan lagi untuk pendatang yang sudah divaksin penuh dan datang dengan pesawat dari 33 negara. Beberapa di antaranya adalah Cina, India, Irlandia, Iran, Inggris, Brasil, dan puluhan negara Schengen, Eropa.
Dikutip dari kantor berita Reuters, keputusan disampaikan oleh koordinator respon pandemi COVID-19 Gedung Putih, Jeff Zients. Adapun hal itu kontras dengan sikap Presiden Amerika Joe Biden sebelumnya bahwa Amerika belum siap untuk membuka perbatasan lagi seiring memburuknya pandemi.
Baca Juga:
"Kebijakan akan berlaku awal November. Detil-detilnya belum diputuskan," ujar Zients, Senin, 20 September 2021.
Dibanding negara-negara lain, Amerika relatif lamban dalam melonggarkan pembatasan perjalanan untuk pendatang dari luar negeri. Untuk saat ini, Amerika masih melarang pendatang asing yang dua pekan terakhir berada di 33 negara tersebut. Keputusan terbaru mereka langsung diapresiasi oleh sekutu-sekutunya.
Amerika pertama kali menutup perbatasan untuk pendatang dari luar negeri, terkait pandemi COVID-19, pada Januari 2020 lalu. Mantan Presiden Amerika Donald Trump menutup perbatasan untuk pendatang dari Cina yang kala itu menjadi episentrum pandemi COVID-19. Secara gradual, Trump kemudian memperluasnya tanpa ukuran yang jelas.
Juru Bicara Pemerintah Amerika Jen Psaki melanjutkan, keputusan pelonggaran itu diambil bukan karena faktor diplomasi. Ia mengakui bahwa keputusan bertepatan dengan pelaksanaan Majelis Umum PBB di New York, namun faktor ilmiah tetaplah penentu utamanya.
"Kami bisa saja melakukannya sejak Juni lalu, ketika Presiden Amerika Joe Biden mulai melakukan perjalanan ke luar negeri...Keputusan kali ini berdasarkan pada bukti-bukti ilmiah," ujar Pskai.
CEO dari maskapai penerbangan British Airways, Sean Doyle, mengapresiasi keputusan Pemerintah Amerika. Ia menyebutnya keputusan bersejarah ayang akan membantu pemulihan ekonomi untuk industri penerbangan. Hal senada disampaikan oleh PM Inggris Boris Johnson.
"Keputusan bagus untuk mendorong bisnis dan perdagangan. Senang mengetahui teman dan keluarga dari Inggris dan Amerika bisa bertemu lagi," ujar Johnson soal dilonggarkannya pembatasan perjalanan.
Per berita ini ditulis, Amerika tercatat memiliki 43 juta kasus dan 694 ribu kematian akibat COVID-19. Adapun angka kasus per hari di Amerika mulai menunjukkan penurunan dari 189 ribu kasus per hari di bulan Agustus menjadi 86 ribu kasus per berita ini ditulis. Hal itu tak lepas dari pencapaian Amerika dalam vaksinasi COVID-19 di mana 55 persen warga sudah tervaksin penuh.
Baca juga: Belum Vaksinasi, Presiden Brasil Hanya Bisa Makan di Pinggir Jalan New York
ISTMAN MP | REUTERS