TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley diam-diam menelepon petinggi militer Cina dua kali karena kekhawatiran Presiden AS saat itu Donald Trump dapat memicu perang dengan Cina karena potensi kekalahannya dalam pemilihan dan setelahnya.
Mark Milley menelepon Jenderal Li Zuocheng dari Tentara Pembebasan Rakyat pada 30 Oktober 2020 - empat hari sebelum pemilihan - dan pada 8 Januari 2021, dua hari setelah pendukung Donald Trump menimbulkan kerusuhan di Gedung Capitol, demikian dilaporkan Washington Post, seperti dikutip Reuters, Rabu, 15 September 2021.
Dalam panggilan telepon itu, Milley berusaha meyakinkan Li bahwa Amerika Serikat stabil dan tidak akan menyerang dan, jika ada serangan, dia akan memberikan peringatan.
Laporan itu didasarkan pada "Peril" sebuah buku baru oleh jurnalis Bob Woodward dan Robert Costa, yang menurut mereka mengandalkan wawancara dengan 200 sumber dan akan dirilis minggu depan.
Trump, dalam sebuah pernyataan, meragukan cerita itu, menyebutnya "dibuat-buat".
Dia mengatakan jika cerita itu benar, Milley harus diadili karena pengkhianatan. "Sebagai catatan, saya bahkan tidak pernah berpikir untuk menyerang Cina," kata Trump.
Kepala Staf Gabungan Militer AS Jenderal Mark Milley [REUTERS / Kevin Lamarque]
Kantor Milley menolak berkomentar atas kabar itu.
Senator Republik Marco Rubio meminta Presiden Joe Biden untuk segera memecat Milley.
"Saya tidak perlu memberi tahu Anda bahaya yang ditimbulkan oleh perwira militer senior yang membocorkan informasi rahasia tentang operasi militer AS, tetapi saya akan menggarisbawahi bahwa subversi semacam itu merusak kemampuan Presiden untuk bernegosiasi dan memanfaatkan salah satu instrumen kekuatan nasional negara ini dalam hubungan dengan negara asing," kata Rubio.
Menanggapi laporan Washington Post, juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre menolak berkomentar dan menyarakan pertanyaan diajukan kepada Kepala Staf Gabungan dan Departemen Pertahanan.
Trump, seorang Republikan, menunjuk Milley menduduki jabatan militer teratas pada 2018 tetapi mulai mengkritiknya, serta orang-orang yang ditunjuk dan mantan staf, setelah kalah dalam pemilihan presiden dari Biden pada November 2020.
Menurut The Washington Post, Milley termotivasi menghubungi Beijing untuk kedua kalinya sebagian karena percakapan telepon Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS Nancy Pelosi pada 8 Januari 2021. Ketika itu, Pelosi menanyakan soal perlindungan apa yang ada untuk mencegah "presiden yang tidak stabil" meluncurkan serangan nuklir.
"Dia gila. Anda tahu dia gila," kata Nancy Pelosi kepada Milley, seperti dilaporkan surat kabar itu, mengutip transkrip panggilan tersebut. Mark Milley lalu menjawab, "Saya setuju dengan Anda dalam segala hal."