TEMPO.CO, Jakarta - PM India Narendra Modi mengganti 12 menteri seniornya untuk memperbaiki kinerja pemerintahannya, termasuk dalam merespon pandemi COVID-19. Dikutip dari Channel News Asia, Modi memilih menteri-menteri dari angkatan muda dengan harapan hal itu bisa menyegarkan dan memperbaiki citra pemerintahannya yang rusak selama pandemi COVID-19.
Beberapa menteri yang diganti oleh Modi meliputi Menteri Kesehatan Harsh Vardhan, Menteri Pendidikan Ramesh Pokhriyal Nishank, Menteri Informasi Teknologi Ravi Shankar Prasad, dan Menteri Lingkungan Hidup Prakash Javedekar. Beberapa dari mereka adalah figur yang bermasalah.
Menteri Kesehatan Harsh Vardhan, misalnya, berkali-kali disorot soal caranya merespon pandemi COVID-19. Ia dianggap lengah ketika gelombang kedua meledak di India dan menyebabkan ratusan ribu kasus per hari. Salah satu contohnya adalah ia tidak memperingatkan bahaya festival Gangga di mana ribuan warga berkumpul tanpa menjaga jarak dan masker.
"Dalam satu kibasan, mayoritas menteri senior hilang. Lewat penggantian itu, Pemerintah India mengakui bahwa selama ini mereka gagal menangani pandemi COVID-19 dengan baik," ujar analis politik Nilanjan Mukhopadhyay, dikutip dari Channel News Asia, Kamis, 8 Juli 2021.
Petugas menggunakan pakaian pelindung hazmat membawa jenazah korban Covid-19 yang akan dikremasi pada kremasi massal di New Delhi, India, 26 April 2021. REUTERS/Adnan Abidi
Selain Harsh Vardhan, menteri yang juga bermasalah adalah Menteri Informasi Teknologi Ravi Shankar Prasad. Ia terlibat dalam tweet war di Twitter ketika membela regulasi internet terbaru India di mana pemerintah memiliki peran lebih dalam mengkurasi konten di medsos.
Total, ada 15 menteri baru dan 28 menteri muda yang dilantik oleh Pemerintahan Modi pada Rabu kemarin. Dan mereka efektif bekerja mulai Juli ini.
Kinerja kabinet baru ini akan menentukan performa partai Narendra Modi (Bharatiya Janata) saat Pemilu Legislatif di negara-negara bagian penting tahun depan. Beberapa di antaranya adalah Uttar Pradesh, Goa, Manipur, Punjab, dan Uttarakhand. Jika gagal juga seperti pemilu pada April lalu, bakal menjadi kabar buruk untuk pemilu nasional pada 2024 nanti.
Per berita ini ditulis, pandemi COVID-19 di India masih tergolong berbahaya. Angka kasus per hari bisa mencapai lebih dari 40 ribu. Namun, hal itu sudah turun jauh dari puncaknya pada Mei lalu yang bisa mencapai 412 ribu. Beberapa langkah India adalah menggenjot vaksinasi dan memparbanyak suplai oksigen bantuan untuk warga.
Baca juga: WHO: Covid-19 Varian Delta Sudah Berada di 104 Negara
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA