TEMPO.CO, Jakarta - Serangan yang dilakukan militan garis keras di Burkina Faso dalam beberapa tahun terakhir telah menewaskan 132 orang. Jumlah tersebut disampaikan Pemerintah Burkina Faso pada Sabtu, 5 Juni 2021, setelah penyerangan bersenjata mengepung sebuah desa semalaman di wilayah utara Burkina Faso.
Pengepungan oleh kelompok bersenjata itu terjadi pada Jumat malam, 4 Juni 2021, menewaskan sejumlah penduduk desa Solhan di Provinsi Yagha, yang berbatasan dengan Niger. Militan garis keras tersebut, juga membakar rumah-rumah penduduk dan pasar.
Aparat kepolisian dan warga menolong seorang pria yang terluka akibat terkena tembakan dari sekelompok orang bersenjata di sebuah restoran di Ouagadougou, Burkina Faso, 13 Agustus 2017. Dilaporkan, serangan tersebut menewaskan sekitar 17 warga yang berada di sekitar restauran dan hotel. REUTERS
Pemerintah Burkina Faso memberlakukan masa berkabung selama 72 jam dan menyebut para penyerang sebagai teroris. Belum ada kelompok bersenjata yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu
Juru bicara Pemerintah Burkina Faso mengatakan sekitar 40 warga desa Solhan mengalami luka-luka. Sekjen PBB Antonio Guterres sangat marah dengan serangan tersebut, dimana tujuh anak menjadi korban.
Meskipun ada ribuan pasukan penjaga keamanan PBB yang berjaga di Burkina Faso, sejumlah serangan oleh militan garus keras telah mengalami peningkatan sejak awal 2021. Militan itu banyak yang terkait dengan kelompok al Qaeda dan Islamic State (ISIS). Selain di Burkina Faso, kelompok-kelompok garis keras tersebut juga melakukan pemberontakan di Mali dan Niger sehingga membuat warga sipil harus menanggung beban.
Kekerasan di Burkina Faso telah membuat lebih dari 1,14 juta orang mengungsi dalam dua tahun terakhir. Burkina Faso adalah sebuah negara yang miskin dan gersang, yang juga menampung sekitar 20 ribu pengungsi dari negara tetangganya, Mali.
Baca juga: Pembantaian, Kota Djibo di Burkina Faso Jadi Kuburan Massal
Sumber: Reuters