TEMPO.CO, - Partai Arab Bersatu atau Ra'am bakal mencatat sejarah jika oposisi berhasil melengserkan Benjamin Netanyahu dari jabatan perdana menteri Israel. Ra'am bakal menjadi partai Arab Israel pertama yang duduk dalam pemerintahan.
“Ini adalah pertama kalinya sebuah partai Arab menjadi bagian dari proses pembentukan pemerintahan. Kami tentu berharap itu berhasil dan pemerintahan akan bangkit setelah empat putaran pemilihan,” kata Ketua Umum Partai Ra'am, Mansour Abbas, seorang Islam konservatif pada Rabu malam seperti dikutip dari Times of Israel, Jumat, 4 Juni 2021.
Sebelumya, delapan partai politik di Israel sepakat berkoalisi membentuk pemerintahan baru, Kabinet Perubahan, guna menjegal Netanyahu kembali terpilih. Ketua Umum Partai Yamina, Naftali Bennett, dan Ketua Umum Partai Yesh Atid, Yair Atid, bakal menjabat sebagai PM secara bergantian.
Abbas mengatakan bahwa dia dan oposisi lainnya telah menyepakati banyak rencana dan anggaran terkait masyarakat Arab Israel. "Yang memberikan solusi untuk masalah yang membara di masyarakat Arab, seperti perencanaan, krisis perumahan, dan tentu saja, memerangi kekerasan dan kejahatan terorganisir,” ucap dia.
Ia berjanji bergabungnya partai Islam ini akan membawa banyak manfaat ke wilayah Negev di Israel selatan, basis pendukung Ra'am, yang mayoritas dari komunitas Badui tradisional.
Ra'am mengatakan mereka menyetujui rencana anggaran yang ditawarkan koalisi oposisi sebesar 53 miliar shekel Israel (NIS) atau Rp232 triliun untuk program-program yang menyasar masyarakat Arab.
Menurut sebuah pernyataan partai Islam ini, Bennett dan Lapid menjanjikan 30 miliar NIS selama lima tahun dan 2,5 juta NIS untuk memerangi kekerasan dan kejahatan terorganisir dalam masyarakat Arab. Sedangkan 20 juta NIS lainnya akan diinvestasikan selama 10 tahun ke depan untuk memperbaiki infrastruktur yang runtuh di kota-kota Arab.
Selain itu, tiga desa suku Badui yang tidak dikenal, yakni Abda, Khashm al-Zena, dan Rakhma akan disahkan dalam keputusan pemerintah.
Kesepakatan lainnya adalah pemerintahan baru bakal mengamandemen undang-undang Kaminitz 2017 tentang konstruksi ilegal yang dianggap diskriminatif terhadap etnis Arab.
Selama beberapa dekade, partai-partai Arab Israel hampir selalu berada di luar proses pengambilan keputusan dalam politik Israel. Partai-partai Yahudi menghindari mereka sebagai ekstremis, sementara mereka sendiri sering skeptis untuk bergabung dengan pemerintah Israel yang mereka anggap memperlakukan mereka sebagai warga negara kelas dua dan menindas orang Palestina.
Baca juga: Mengenal Naftali Bennett, Sosok Anti-Palestina yang Akan Akhiri Era Netanyahu
Sumber: TIMES OF ISRAEL