TEMPO.CO, - Warga Palestina senang jika Benjamin Netanyahu gagal di pemilihan perdana menteri Israel. Namun mereka lebih takut dengan calon kuat penggantinya, Naftali Bennet.
Dua politikus senior Palestina ragu nasib negaranya bisa berubah lebih baik jika Israel dipimpin oleh Naftali Bennet. Pasalnya Bennett dikenal lebih ekstrem dibandingkan Benjamin Netanyahu.
"Pada tingkat individu, tidak ada perbedaan besar di antara mereka. Mungkin Bennett akan sedikit lebih ekstremis atau radikal,” kata Nasser al-Kidwa, mantan anggota Komite Sentral Fatah dan kritikus terkemuka Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas seperti dikutip dari Times of Israel, Selasa, 1 Juni 2021.
Sementara itu, Mustafa Barghouti, seorang politikus veteran Palestina lainnya khawatir dengan perdamaian di negaranya jika Bennet berkuasa. "Pemerintahan dengan Bennett sebagai pusatnya mengkhawatirkan kami. Ini tidak akan menjadi pemerintah yang mampu membuat perdamaian,” ucap dia.
Sebelumya, pada Senin sore, beberapa anggota kunci oposisi sepakat bersatu untuk membentuk pemerintahan dan menjegal Netanyahu yang hingga kini belum bisa membangun koalisi.
Di bawah perjanjian yang diusulkan, Bennett, Ketua Partai Yamina, akan mengambil giliran pertama sebagai perdana menteri. Sementara koleganya dari Partai Yesh Atid, Yair Lapid, mendapat giliran kedua. Namun, keduanya belum mencapai kesepakatan akhir.
Banyak orang Palestina tidak menyukai Benjamin Netanyahu. Tapi Bennett, calon penggantinya, adalah orang yang sulit diajak berdialog terhadap konsesi apa pun dengan Palestina. Bennett berpendapat seluruh wilayah di Tepi Barat adalah milik Israel.
Baca juga: Politisi Kanan Israel Naftali Bennett Gabung Oposisi untuk Singkirkan Netanyahu
Sumber: TIMES OF ISRAEL