TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa mendapat mandat dari presiden untuk membentuk pemerintahan baru setelah hasil pemilu Israel yang tidak meyakinkan.
Netanyahu, pemimpin terlama Israel yang berkuasa secara berturut-turut sejak 2009, sekarang menghadapi tugas berat untuk memecahkan kebuntuan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dan merekrut cukup sekutu untuk koalisi pemerintahan.
Di bawah hukum, Netanyahu akan memiliki 28 hari untuk membentuk kabinet, dengan kemungkinan perpanjangan dua minggu sebelum Presiden Reuven Rivlin memilih kandidat lain atau meminta parlemen untuk memilih kandidat, dikutip dari Reuters, 6 April 2021.
Pemilu Israel pada 23 Maret, yang keempat dalam dua tahun, berakhir imbang baik sayap kanan dan blok agama yang dipimpin Netanyahu maupun calon aliansi dari lawan-lawannya yang memenangkan mayoritas parlemen.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan pernyataan di Knesset (parlemen Israel) di Yerusalem, 22 Desember 2020. [Yonatan Sindel / Pool via REUTERS]
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumpulkan dukungan paling banyak, dengan 52 anggota parlemen yang akan datang mendukung pencalonannya, tetapi tidak ada kandidat yang memiliki jalur yang jelas untuk membentuk koalisi mayoritas yang terdiri dari 61 anggota parlemen di Knesset dengan 120 kursi, Times of Israel melaporkan.
Baca juga: UEA Marah ke Netanyahu karena Pakai Isu Normalisasi Hubungan Demi Pemilu Israel
Netanyahu didukung oleh partai Likud-nya dengan 30 kursi, Shas dengan 9 kursi, United Torah Yudaism 7 kursi, dan Zionisme Keagamaan 6 kursi.
Dalam konsultasi yang diadakan Rivlin dengan partai politik pada hari Senin tentang pemberian mandat pembentukan koalisi, Benjamin Netanyahu menerima lebih banyak dukungan daripada para penantangnya, yang pada akhirnya membuat presiden memberi restu untuk membentuk kabinet Israel.