TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat pada Jumat, 2 April 2021, mencabut sejumlah sanksi yang dijatuhkan kepada jaksa penuntut di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Fatou Bensouda. Sanksi dulunya dijatuhkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Pencabutan sanksi ini diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Anthony Blinken. Bensouda dikenai sanksi perihal investigasi yang dilakukan oleh pihaknya atas kemungkinan apakah tentara Amerika Serikat telah melakukan kejahatan perang di Afganistan.
“Keputusan ini (penjatuhan sanksi) mencerminkan penilaian bahwa kebijakan kami telah digunakan dengan tidak sepatutnya dan tidak efektif,” kata Blinken, yang juga mengakhiri kebijakan pada 2019 soal larangan pemberian visa pada pejabat ICC tertentu.
Antony J. Blinken dikabarkan akan diumumkan sebagai Menteri Luar Negeri Amerika yang baru oleh Presiden AS Terpilih Joe Bien (Sumber: Twitter @ABlinken)
Baca juga: Parlemen Sipil Myanmar Berencana Bawa Kasus Pelanggaran HAM Junta Militer ke ICC
Menurut Blinken, Washington dulu (era Trump) telah mengambil langkah tersebut (penjatuhan sanksi) meskipun pihaknya tidak setuju adanya tindakan-tindakan terhadap ICC yang menyelidiki kondisi di Afganistan dan Palestina. Penyelidikan ICC tersebut untuk sebagai upaya untuk menegaskan yurisdiksi atas personel non-negara seperti Amerika Serikat dan Israel.
“Bagaimana pun juga kami percaya kekhawatiran kami untuk kasus-kasus ini akan lebih baik ditangani melalui keterlibatan dengan semua pemangku kepentingan di ICC ketimbang menjatuhkan sanksi,” kata Blinken.
Sejumlah reformasi sedang dipertimbangkan Washington untuk bisa membantu ICC memprioritaskan sumber dayanya dan mencapai misi utamanya, yakni sebagai pengadilan terakhir dalam penegakan hukum dan mencegah kejahatan.
Keputusan Amerika Serikat mencabut sanksi-sanksi kepada pejabat ICC disambut positif.
Pemerintahan Trump pada tahun lalu menuduh ICC yang bermarkas di Den Haag telah menginterfensi kedaulatan Amerika Serikat ketika lembaga hukum itu memberikan pesetujuan dilakukan investigasi dugaan kejahatan perang yang dilakukan tentara Afganistan, Taliban dan tentara Amerika Serikat.
Sumber: Reuters