TEMPO.CO, Jakarta - Partai politik terbesar di Malaysia UMNO pada Minggu, 28 Maret 2021, menyatakan tidak sudi lagi bekerja sama dengan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dalam pemilu berikutnya. Pernyataan UMNO memperlihatkan dalamnya konflik yang terjadi.
UMNO saat ini tergabugn dalam koalisi dengan Pemerintah Malaysia. Perdana Menteri Muhyiddin baru 13 bulan menjabat sebagai orang nomor satu di Malaysia, namun dia sudah dihadapkan pada pertikaian dan tantangan kepemimpinan oposisi Malaysia Anwar Ibrahim.
Baca juga: Buat Kebijakan Anti Hoax COVID-19, Malaysia Dikritik
Perekonomian Malaysia saat ini diguncang oleh wabah pandemic Covid-19 yang berdampak pada perekonomian negara itu. Partai UMNO atau United Malays National Organisation telah menjadi kelompok terbesar dalam aliansi pemerintah Muhyiddin. Akan tetapi beberapa pucuk pimpinan di UMNO tidak suka jika partai itu menjadi biola kedua di pemerintahan sehingga menyerukan pemilu dini.
Di pemerintahan Malaysia, kekuasaan Muhyiddin di parlemen sedikit. Perdana Menteri Muhyiddin berasal dari Partai Pribumi Bersatu Malaysia.
Pada Januari 2021 lalu, dia mendeklarasikan darurat nasional agar pemerintahannya bisa fokus memerangi pandemi Covid-19. Banyak kritik yang diarahkan padanya menyebut Muhyiddin sebenarnya melakukan itu agar dia tetap bisa berkuasa.
Ketua UMNO Ahmad Zahdi mengatakan Partai UMNO akan maju dalam pemilu sebagai bagian dari aliansi Barisan Nasional. Namun UMNO tidak bekerja sama dengan partai apapun.
“Kami tidak akan menjadi bagian dari Perikatan Nasional sebagai sebuah partai. Resolusi ini sudah final,” kata Zahid, Minggu, 28 Maret 2021.
Pemilu Malaysia seharusnya diselenggarakan pada 2023, namun UMNO terus memberikan tekanan. Perdana Menteri Muhyiddin sebelumnya juga pernah mengatakan dia akan menggelar pemilu secepatnya karena itu dirasa aman kendati Malaysia sedang diselimuti pandemi Covid-19. Hanya saja, sampai saat ini tanggal pelaksanaan pemilu masih belum diputuskan. Zahid pun menyebut waktu pelaksanaan pemilu masih belum jelas.
Sumber: Reuters