TEMPO.CO, Jakarta - Tidak semua aparat Militer Myanmar bersedia untuk menembak warga yang menentang kudeta. Ratusan di antaranya menolak, memilih menjadi desertir dibanding harus membunuh warga sendiri. Menurut laporan Reuters, sebanyak 400 di antaranya telah kabur ke India, mencari perlindungan di sana baik dari kudeta ataupun ancaman hukuman karena menjadi desertir.
Jumlah desertir yang menyebrang ke India terus bertambah tiap harinya. Adapun aksi tersebut, kata personil Kepolisian India, sudah berlangsung sejak Februari lalu ketika Kudeta Myanmar dimulai untuk pertama kalinya.
"Pada hari Jumat kemarin saja ada 116 orang yang menyebarang ke India," ujar personil Kepolisian India di negara bagian Mizoram, yang enggan disebutkan namanya, Selasa, 16 Maret 2021.
Para desertir itu tidak semuanya polisi. Walaupun personil Kepolisian Myanmar memegang porsi terbesar, ada juga personil Militer dan Pemadam Kebakaran dalam ratusan desertir tersebut.
Adapun desertir itu, menurut sumber terkait, kebanyakan tidak membawa bekal ketika masuk ke India. Sebagian besar dari mereka hanya membawa pakaian-pakaian ganti. "Mereka masuk hanya dengan membawa pakaian ganti yang dibungkus kantong plastik," ujar personil Kepolisian India.
Sumber tersebut memprediksi arus desertir yang mengungsi akan semakin banyak. Hal itu mengacu pada situasi di Myanmar yang kian panas. Namun, kata ia, Pemerintah Federal India telah meminta kepolisian untuk menghentikan arus pengungsi masuk tersebut.
"Masalah yang kami hadapi, perbatasan India-Myanmar adalah wilayah pegunungan dan sulit untuk berpatroli di sana. Di sisi lain, ada kedekatan etnis dan budaya antara India dan Myanmar," ujarnya.
Per berita ini ditulis, jumlah korban meninggal selama kudeta Myanmar terus bertambah. Data terbaru, sudah ada 140 orang meninggal dan 2000 lebih yang ditahan oleh Militer Myanmar. Walau begitu, demonstran Myanmar belum menunjukkan tanda-tanda akan menghentikan aksi pemberontakannya.
Militer Myanmar merasa tidak bersalah telah membunuh banyak warga. Mereka mengklaim sudah menahan diri ketika mencoba menertibkan para demonstran. Dan, menurut mereka, langkah keras itu diperlukan karena aktivitas demonstran sudah mengancam keamanan dan stabilitas Myanmar
Baca juga: Jika Tak Ada Perlu Mendesak, WNI di Myanmar Diminta Pulang
ISTMAN MP | REUTERS