TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Dewan Eropa (bagian dari Uni Eropa), Charles Michel, membantah tuduhan nasionalisme vaksin COVID-19. Hal tersebut menyusul kritikan soal lambannya vaksinasi di sana, kurangnya pengiriman vaksin ke negara miskin, dan pemblokiran ekspor vaksin COVID-19 ke negara lain.
"Tanpa Uni Eropa, akan tidak mungkin untuk mengembangkan dan memproduksi vaksin COVID-19 kurang dari setahun. Selain itu, Uni Eropa juga sudah membantu negara-negara miskin mendapat vaksin COVID-19," ujar Michel, dikutip dari kantor berita Reuters, Selasa, 9 Maret 2021.
Michel melanjutkan pembelaannya dengan menyinggung pemblokiran ekspor 250 ribu dosis vaksin COVID-19. Pekan lalu, Uni Eropa mendukung usulan Italia memblokir ekspor vaksin COVID-19 AstraZeneca ke Australia. Menurut Eropa, AstraZeneca masih memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kontrak soal suplai vaksin untuk negara-negara Eropa.
AstraZeneca, apabila mengacu pada kontrak, seharusnya mengirim 80 juta dosis vaksin COVID-19 ke negara-negara Eropa pada kuartal pertama. Namun, karena gangguan produksi dan rantai pasokan, mereka hanya bisa mengirim 40 juta dosis vaksin COVID-19.
Michel menjelaskan, keputusan Uni Eropa mendukung pemblokiran tersebut karena penting untuk memastikan perusahan vaksin COVID-19 memenuhi kontraknya. Di sisi lain, kata ia, hal itu juga untuk memastikan supali vaksin COVID-19 tidak dominan ke negara-negara maju.
Karyawan berjalan di dekat "envirotainer" berisi vaksin COVID-19 AstraZeneca saat tiba di Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Senin, 8 Maret 2021. Sebanyak 1,1 juta dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca bagian awal dari batch pertama skema kerja sama global untuk vaksin dan imunisasi (GAVI) COVAX Facility tiba di Bio Farma yang selanjutnya akan diproses dan didistribusikan guna mempercepat target vaksinasi yang merata ke seluruh penduduk Indonesia. ANTARA FOTO/Novrian Arbi
"Tujuan kami adalah mencegah vaksin diekspor ke negara-negara maju ketika perusahaan vaksin itu sendiri belum memenuhi janjinya kepada kami," ujar Michel, menyindir AstraZeneca. Michel bahkan mengklaim Uni Eropa bakal menjadi pemimpin dalam hal produksi vaksin beberapa bulan ke depan.
"Kami memiliki perlengkapan terlengkap untuk memastikan produksi vaksin COVID-19 beradaptasi terhadap mutasi virus," ujar Michel sesumbar.
Ketika Uni Eropa memblokir pengiriman vaksin COVID-19, PM Australia Scott Morrison mengaku bisa memahaminya. Menurutnya, langkah tersebut didorong situasi pandemi di Italia yang lebih buruk dibanding Australia. Dengan situasi seperti itu, kata Morrison, siapapun akan berusaha untuk mengamankan stok vaksin COVID-19 yang ada.
Mengacu pada data dari Worldometer, angka kasus COVID-19 harian di Italia memang menanjak naik. Dari yang awalnya di kisaran 10-15 ribu per hari, naik hingga 20 ribu per bulan Maret. Adapun Italia tercatat memiliki 2,9 juta kasus dan 98 ribu kematian akibat COVID-19.
Kembali naiknya angka kasus tersebut diduga karena kampanye vaksinasi COVID-19 yang belum maksimal juga. Pekan lalu, negara-negara besar Eropa seperti Prancis dan Jerman baru bisa menyuntik 6 per 100 orang. Sebagai perbandingan, Inggris bisa melakukan vaksinasi 27 per 100 orang.
Baca juga: Uni Eropa Blokir Ekspor Vaksin COVID-19 AstraZeneca ke Australia
ISTMAN MP | REUTERS