TEMPO.CO, Jakarta - Uni Eropa benar-benar mewujudkan ancamannya soal memblokir ekspor vaksin COVID-19. Dikutip dari kantor berita Al Jazeera, Uni Eropa memblokir ekspor 250 ribu dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca ke Australia karena merasa perusahaan terkait belum menepati kontraknya.
Italia menjadi negara yang mengusulkan pemblokiran tersebut ke Komisi Eropa (Uni Eropa). Sebelumnya, Italia beberapa kali mengkritik AstraZeneca karena memangkas jumlah vaksin COVID-19 yang dikirim hingga 50 persen. Menurut Pemerintah Italia, pemangkasan tersebut, apapun alasannya, adalah pelanggaran kontrak dan AstraZeneca bisa mereka gugat.
Merespon pemblokiran yang terjadi, Pemerintah Australia menyatakan telah mengontak Komisi Eropa melalui berbagai jalur. Harapan Australia, Komisi Eropa mau menimbang kembali keputusan mereka meskipun jumlah dosis yang ekspornya diblokir tidak seberapa.
"Kami sudah mengangkat isu ini ke Komisi Eropa dan kami meminta keputusan itu dikaji ulang," ujar Menteri Kesehatan Australia, Greg Hunt, Jumat, 5 Maret 2021.
Hunt melanjutkan, sejauh ini pihaknya sudah menerima 300 ribu dosis vaksin COVID-19 dari AstraZeneca. Menurutnya, angka tersebut cukup untuk beberapa saat hingga Australia bisa memproduksi vaksin AstraZeneca secara lokal.
PM Australia, Scott Morrison, bisa memahami kenapa Italia sampai mendorong pemblokiran ekspor vaksin. Menurutnya, langkah tersebut didorong situasi pandemi di Italia yang lebih buruk dibanding Australia. Dengan situasi seperti itu, kata Morrison, siapapun akan berusaha untuk mengamankan stok vaksin COVID-19 yang ada.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison berbicara selama konferensi pers bersama yang diadakan dengan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern di Admiralty House di Sydney, Australia, 28 Februari 2020. [REUTERS / Loren Elliott / File Foto]
Mengacu pada data dari Worldometer, angka kasus COVID-19 harian di Italia memang menanjak naik. Dari yang awalnya di kisaran 10-15 ribu per hari, naik hingga 20 ribu per bulan Maret. Adapun Italia tercatat memiliki 2,9 juta kasus dan 98 ribu kematian akibat COVID-19.
"Saya bisa paham kekhawatiran yang tinggi di Italia dan negara-negara Eropa lainnya," ujar Morrisson.
Diberitakan sebelumnya, pemblokiran ekspor COVID-19 ke negara lain adalah langkah Uni Eropa untuk memastikan mereka tetap mendapat suplai. Kebijakan itu mereka terapkan sejak Januari lalu usai mendapati suplai vaksin yang akan mereka dapat di kuartal pertama tidak sesuai kontrak.
AstraZeneca, misalnya, hanya bisa menjanjikan 40 juta dosis vaksin COVID-19 di kuartal pertama. Apabila mengacu ke kontrak, seharusnya AstraZeneca mengirim 80 juta dosis.
Imbas dari suplai vaksin yang tak sesuai ekspektasi adalah kampanye vaksinasi COVID-19 yang lebih lamban juga. Pekan lalu, negara-negara besar Eropa seperti Prancis dan Jerman baru bisa menyuntik 6 per 100 orang. Sebagai perbandingan, Inggris bisa melakukan vaksinasi 27 per 100 orang.
WHO menyebut langkah blokir dari Uni Eropa bisa menjadi tren yang buruk apabila produksi vaksin COVID-19 di negara lain juga terganggu. Negara-negara tersebut, kata ia, bisa mengikuti kebijakan serupai yang pada ujungnya mengganggu rantai pasukan vaksin COVID-19 secara global.
Baca juga: Vaksin AstraZeneca 4,6 Juta Dosis Tiba di Bulan Ini, Jokowi: Percepat Vaksinasi
ISTMAN MP | AL JAZEERA