TEMPO.CO, Jakarta - Kabinet Perdana Menteri Belanda Mark Rutte sedang mempertimbangkan pengunduran diri secara kolektif, atas laporan yang menyalahkan pemerintah karena salah urus subsidi perawatan anak, yang menyebabkan ribuan keluarga mengalami kehancuran finansial.
Penyelidikan parlemen bulan lalu menyimpulkan bahwa "ketidakadilan yang belum pernah terjadi sebelumnya" telah dilakukan terhadap keluarga yang tidak bersalah, yang sering dipaksa untuk membayar kembali puluhan ribu euro dari subsidi yang diberikan, yang menyebabkan pengangguran, kebangkrutan atau perceraian, dikutip dari Reuters, 15 Januari 2021.
Mark Rutte, yang menjabat sejak 2010, mengatakan akhir bulan lalu bahwa skandal salah urus subsidi, yang berlangsung hampir selama satu dekade terakhir "memalukan". Kompensasi setidaknya 30.000 euro (Rp 511 juta) dibayarkan kepada sekitar 10.000 keluarga.
Para keluarga minggu ini mengajukan tuntutan terhadap lima politisi, termasuk Menteri Keuangan Wopke Hoekstra dan Menteri Ekonomi Eric Wiebes, atas peran mereka dalam salah urus.
Baca juga: Perayaan Natal di Belanda Berbeda Gara-gara Covid-19
Baca juga:
Dalam urusan tunjangan pengasuhan anak, ratusan orang tua berakhir dengan masalah keuangan yang serius setelah Otoritas Pajak salah memberi label mereka penipu dan memerintahkan mereka untuk membayar kembali tunjangan pengasuhan anak mereka, NL Times melaporkan.
Sebuah komite penyelidikan parlemen baru-baru ini menyimpulkan bahwa Otoritas Pajak melanggar dasar-dasar supremasi hukum dan bahwa orang tua yang terkena dampak menghadapi "ketidakadilan yang belum pernah terjadi sebelumnya".
Sebelumnya, Ombudsman Nasional mengatakan Otoritas Pajak menempatkan ratusan keluarga dalam situasi yang sulit, dan Ombudsman Anak menuduh Otoritas Pajak mengabaikan hak anak.
"Kami ingin menanggapi secara luas laporan panitia angket parlemen. Kami sepakat sepenuhnya. Harapan saya, kami akan sampai di sana pada hari Jumat. Kemudian pertanyaan politik juga akan muncul," kata Rutte usai pertemuan dengan semua Menteri dan Sekretaris Negara pada hari Selasa.
Jajak pendapat menunjukkan bahwa pemerintah Rutte mendapat persetujuan dari dua pertiga publik. Tetapi analis politik mengatakan tekanan pada pemerintah untuk mundur meningkat setelah Lodewijk Asscher mundur sebagai ketua partai oposisi Partai Buruh Belanda, dan mengatakan dia tidak akan ikut serta dalam pemilihan parlemen 17 Maret karena dia merasa dia yang harus disalahkan atas skandal itu.
Asscher, yang menjadi menteri urusan sosial ketika partainya adalah mitra koalisi dalam pemerintahan Rutte sebelumnya, "tidak hanya memberi tekanan lebih pada kabinet, tetapi juga pada pemimpin partai secara individu," tulis pakar politik Tom-Jan Meeus di Twitter.
Rutte menelepon seluruh kabinetnya pada hari Jumat untuk membahas skandal ini dan kemungkinan pengunduran diri masal kabinet.
Skandal subsidi membuat kantor pajak dengan kejam memberlakukan pembayaran kembali subsidi, tanpa memberi keluarga kesempatan untuk menunjukkan ketidakbersalahan mereka, kata komite parlemen.
Analis politik Sophie van Leeuwen mengatakan skandal itu tidak mungkin melanda Rutte dalam pemilihan hanya dua bulan lagi, mengingat penanganannya terhadap pandemi virus corona.
"Para pemilih tidak terlalu peduli dengan skandal subsidi karena bagi kebanyakan dari mereka skandal itu sangat berbeda. Rutte memiliki tingkat persetujuan yang tinggi karena dia baik dalam peran negarawan yang membimbing Belanda melalui krisis terburuk sejak Perang Dunia Kedua," katanya kepada Reuters.
Menanggapi pertanyaan tentang kemungkinan pengunduran dirinya, Rutte mengatakan pada hari Selasa bahwa Kabinetnya akan tetap mampu sepenuhnya mengelola Covid-19, bahkan jika dipaksa menjadi status pelaksana tugas pemerintahan.
Belanda berada di tengah-tengah lockdown pandemi terberat dan Mark Rutte sedang mempertimbangkan pembatasan yang lebih ketat.
REUTERS | NL TIMES
Sumber:
https://www.reuters.com/article/us-netherlands-politics/dutch-government-weighs-possible-resignation-even-as-it-battles-surging-pandemic-idUSKBN29J1L0
https://nltimes.nl/2021/01/13/clarity-allowance-scandal-consequences-dutch-govt-friday-dutch-pm