TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Belanda memutuskan menutup pintu perbatasan meraka untuk para pendatang yang berasal dari Inggris. Hal tersebut menyusul munculnya varian baru COVID-19 di sana. Pemerintah setempat tidak ingin varian baru COVID-19 tersebut sampai ikut masuk dan memperburuk situasi pandemi di Belanda.
"Virus COVID-19 yang mengalami mutasi tengah beredar di Inggris. Laporannya, varian itu lebih mudah menyebar dan sulit dideteksi," ujar keterangan pers Kementerian Kesehatan Belanda, dikutip dari kantor berita Al Jazeera, Ahad, 20 Desember 2020.
Pemerintah Belanda melanjutkan bahwa larangan tersebut akan berlaku hingga 1 Januari 2021. Oleh karenanya, selama periode larangan itu, tidak boleh ada satupun maskapai penerbangan ataupun moda transportasi lainnya membawa warga Inggris ke Belanda, bahkan dengan karantina sekalipun.
Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, menjelaskan bahwa dirinya memerintahkan larangan tersebut karena kasus serupa juga sempat muncul di Belanda. Hal itu terjadi pada awal Desember lalu di mana otoritas kesehatan setempat mendeteksi varian COVID-19 yang sama dengan yang ada di Inggris. Ia tidak ingin situasi di Belanda sampai sama buruknya dengan di Inggris.
"Beberapa hari ke depan, bersama negara anggota Uni Eropa lainnya, pemerintah akan mendiskusikan beberapa hal untuk menekan resiko varian baru COVID-19 yang datang dari Inggris," ujar Rutte.
Baca Juga:
Per berita ini ditulis, Belanda sendiri sedang menjalani masa lockdown COVID-19 nya. Lockdown tersebut akan berlangsung hingga pertengahan Januari 2021 nanti untuk menekan pandemi di sana. Adapun Belanda sudah mencatatkan 676 ribu kasus dan 10.459 kematian akibat COVID-19.
Di Inggris, beredarnya varian baru COVID-19 membuat pemerintah di sana kian ketat melakukan pembatasan sosial. PM Boris Johnson bahkan menaikkan pembatasan sosial di beberapa kota ke tingkat 4 atau sudah menyerupai lockdown. Salah satunya adalah kota London.
Boris Johnson berkata, varian baru COVID-19 tersebut tidak bisa dianggap remeh. Menurut para ahli, varian baru itu dilaporkan 70 persen lebih menular dan ditengarai sebagai pemicu naiknya jumlah kasus COVID-19 di Inggris. Secara terpisah, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan telah berkoordinasi dengan Inggris soal varian baru COVID-19 itu.
ISTMAN MP | AL JAZEERA