TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin oposisi Belarus di pengasingan, Svetlana Tikhanouskaya, meminta masyarakat melakukan aksi mogok nasional pada Ahad kemarin.
Tikhanouskaya mengatakan ini setelah polisi menggunakan granat kejut dan gas air mata untuk membubarkan ribuan demonstran yang menuntut mundur Presiden Alexander Lukashenko.
“Tikhanouskaya telah sebelumnya mengeluarkan seruan Ultimatum Rakyat agar Lukashenko mundur pada Ahad malam,” begitu dilansir Reuters pada Ahad, 25 Oktober 2020.
Lukashenko, yang telah berkuasa selama sekitar 26 tahun, mengabaikan ultimatum itu.
“Rezim ini sekali lagi menunjukkan kepada rakyat Belarus bahwa kekuatan adalah satu-satunya yang dipahaminya. Itu sebabnya, 26 Oktober kita mulai aksi mogok nasional,” kata dia.
Warga Belarus kembali turun ke jalan pada Ahad dan bergerak menuju Istana Kemerdekaan atau Independence Palace. Jumlahnya mencapai puluhan ribu orang.
Polisi berusaha menghalau massa dengan menembakkan gas air mata dan granat kejut.
Demonstran, yang sebagiannya membawa bendera merah-putih terlihat berlarian di jalan menghindari gas air mata dan ledakan granat kejut yang terdengar keras berulang kali.
Petugas keamanan mengaku telah menggunakan senjata pengontrol massa untuk membubarkan massa kemarin seperti dilansir kantor berita Rusia, RIA. Sedangkan kelompok advokasi Hak Asasi Manusia Vesna-96 mengatakan 216 orang Belarus ditahan polisi pada unjuk rasa kemarin.
Sumber