TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin oposisi Belarus, Svetlana Tikhanouskaya, menyampaikan bahwa ia tidak akan ikut Pilpres Belarus apabila diulang. Hal itu berbeda dengan pernyataannya beberapa hari lalu di mana dirinya menyatakan siap menggantikan inkumben Alexander Lukashenko.
Svetlana Tikhanouskaya berkata bahwa ia, sesungguhnya, tidak pernah benar-benar berambisi untuk menjadi Presiden Belarus. Namun, ketika suaminya ditangkap dan dipenjara Lukashenko, Ia merasa harus menggantikannya. Hal itu untuk memastikan perlawanan tetap ada.
"Saya tidak memiliki rencana untuk maju lagi, Saya sudah mengalami lebih dari cukup pengalaman politik," ujar Svetlana Tikhanouskaya ketika ditanyai apakah akan maju lagi apabila suaminya dibebaskan dan ada pilpres ulang, Sabtu, 22 Agustus 2020.
Meski menyatakan dirinya tak akan maju lagi, Svetlana Tikhanouskaya menegaskan bahwa Ia akan turut berperan memastikan ada Pilpres Belarus baru. Hal itu merupakan satu dari dua misi utamanya saat ini selain membebaskan para tahanan politik.
Sebelumnya, mantan guru Bahasa Inggris berusia 37 tahun tersebut pernah berkata bahwa dirinya siap menggantikan Alexander Lukashenko. Pernyataannya kali ini membuka keterangan baru bahwa dirinya bersedia menjadi pemimpin apabila hal itu yang dibutuhkan untuk menggelar pilpres ulang. Namun, jika dirinya ditanyai apakah mau turut serta dalam pilpres ulang tersebut, ia memilih untuk tidak ikut.
Sebagai catatan, situasi di Belarus memanas usai Alexander Lukashenko memenangi pilpres untuk keenam kalinya. Gara-garanya, warga menduga ia mencurangi hasil pilpres untuk bisa tetap bertahan di kursi kepemimpinan.
Sekarang, di Belarus, unjuk rasa dan kerusuhan sudah berlangsung lebih dari sepekan. Sekitar 200 ribu warga turun ke jalan untuk memprotes Alexander Lukashenko dan meminta pemilu ulang. Alexander Lukashenko menolaknya, menawarkan opsi lain berupa power sharing dan referendum konstitusi.
Di luar Belarus, berbagai negara menyorot situasi di sana, mulai dari Amerika hingga negara-negara Eropa. NATO bahkan ikut memantau situasi di perbatasan Belarus. Walau begitu, baru Uni Eropa yang memberikan hukuman bagi pejabat-pejabat Belarus berupa sanksi finansial.
ISTMAN MP | REUTERS