TEMPO.CO, Jakarta - Situasi di Nagorno-Karabakh kembali memanas pada Ahad kemarin, 27 September 2020. Militer Armenia dan Azerbaijan saling serang di mana menewaskan 16 orang dan 100 lebih luka-luka di Nagorno Karabakh. Bahkan, kedua negara tidak mau mengaku siapa yang menyerang lebih dulu.
Nagorno-Karabkah sendiri adalah salah satu wilayah unik di kawasan Kaukasus Selatan. Walau secara geografis masuk Azerbaijan, Nagorno Karabakh dikendalikan oleh etnis Armenia. Bahkan, Nagorno-Karabakh memiliki pemerintahannya sendiri yang disokong Armenia. Sedikit banyak, hal Itulah pemicu konflik antara keduanya.
Apabila ditarik mundur, konflik Azerbaijan dan Armenia di Nagorno-Karabakh sudah berlangsung puluhan tahun. Konflik itu bermula pada Februari 1988, ketika Nagorno-Karabakh mencoba memisahkan diri dari Republik Soviet Azerbaijan dan bersatu dengan Armenia. Kala itu, baik Armenia maupun Azerbaijan adalah bagian dari Uni Soviet.
Konflik memanas ketika Uni Soviet runtuh tiga tahun kemudian. Baik Armenia maupun Azerbaijan, yang sama-sama menjadi negara merdeka, mengklaim kuasa atas Nagorno-Karabakh yang luasnya 4.400 kilometer persegi. Dari situ, perang tak terelakkan.
Tahun 1992, Armenia berhasil menduduki 20 persen wilayah Azerbaijan, termasuk Nagorno-Karabakh dan tujuh distrik di sekitarnya. Namun, hal itu tidak menghentikan perang keduanya hingga tahun 1994 ketika gencatan disepakati.
Gencatan itu sendiri dilakukan atas dasar kekhawatiran konflik akan melebar ke Turki dan Rusia. Turki adalah sekutu Azerbaijan yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Sementara itu, Rusia menyokong Armenia yang mayoritas penduduknya adalah Nasrani.
Dikutip dari kantor berita Reuters, Rusia sudah mengontak Armenia soal situasi di Nagorno-Karabakh Ahad kemarin. Presiden Rusia, Vladimir Putin, meminta Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan untuk memastikan situasi di Nagorno-Karabkah tidak kian parah dengan mengambil jalur diplomasi dengan Azerbaijan.
ISTMAN MP | REUTERS