TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa bukan tempatnya untuk mengomentari diterbitkannya lagi karikatur Nabi Muhammad di Majalah Charlie Hebdo. Ia hanya berkata bahwa warga Prancis memiliki hak untuk berpendapat, namun jangan sampai pendapat tersebut memicu dialog kebencian.
"Hal ini kembali ke warga Prancis untuk menunjukkan toleransi, rasa hormati terhadap satu sama lain, dan menghindari dialog kebencian," ujar Emmanuel Macron dalam kunjungannya ke Lebanon pada hari Selasa kemarin, 1 September 2020.
Diberitakan sebelumnya, Charlie Hebdo kembali menerbitkan Karikatur Nabi Muhammad yang menimbulkan kontroversi beberapa tahun lalu. Hal tersebut untuk "merayakan" dimulainya persidangan terhadap pelaku penembakan di kantor Charlie Hebdo pada 2015 lalu di mana menewaskan 12 orang.
Ketika karikatur Nabi Muhammad itu diterbitkan, reaksi komunitas Muslim memang sangat keras. Mereka mengecam apa yang dilakukan Charlie Hebdo, tak peduli apakah mereka majalah sarkastik atau tidak. Sebab, dalam ajaran Islam, Nabi Muhammad tidak pernah digambarkan dalam wujud fisik, alih-alih karikatur, tetapi cahaya.
Ketika karikatur Nabi Muhammad itu beredar, Komunitas Muslim sudah memperingatkan Charlie Hebdo bahwa akan ada balasan untuk itu. Charlie Hebdo bergeming hingga tiba-tiba seseorang menembaki kantor mereka dan membunuh 12 karyawan di dalamnya.
Kembali ke Emmanuel Macron, ditanyai apakah dirinya akan memperingatkan Charlie Hebdo atas resiko yang bisa terjadi, ia menjawab tidak. Macron mengaku tidak ingin ikut campur dalam kebijakan redaksi Charlie Hebdo. Ia pun menyakini Charlie Hebdo sudah memiliki pertimbangannya sendiri.
"Tidak pernah ada tempat bagi seorang presiden untuk mengomentari kebijakan sebuah media atau redaksi. Prancis menganut kebebasan pers," ujar Emmanuel Macron menegaskan.
ISTMAN MP | REUTERS