TEMPO.CO, Jakarta - Uni Eropa mewujudkan prediksi bahwa akan ada sanksi berat untuk Belarus. Dikutip dari kantor berita Reuters, sanksi tersebut berupa hukuman finansial untuk pejabat-pejabat negara yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilpres Belarus.
"Sanksi ini berkaitan dengan hak warga Belarus untuk menentukan masa depan dari negara mereka. Kami berdiri di samping warga Belarus," ujar Ketua Komisi Eropa Ursula Von Der Leyen, Rabu, 19 Agustus 2020.
Diberitakan sebelumnya, situasi di Belarus memanas usai Alexander Lukashenko memenangi pilpres untuk keenam kalinya. Gara-garanya, warga menduga ia mencurangi hasil pilpres untuk bisa tetap bertahan di kursi kepemimpinan.
Sekarang, di Belarus, unjuk rasa dan kerusuhan sudah berlangsung lebih dari sepekan. Sekitar 200 ribu warga turun ke jalan untuk memprotes Alexander Lukashenko dan meminta pemilu ulang. Alexander Lukashenko menolaknya, menawarkan opsi lain berupa power sharing dan referendum konstitusi.
Di luar Belarus, berbagai negara menyorot situasi di sana, mulai dari Amerika hingga negara-negara Eropa. NATO bahkan ikut memantau situasi di perbatasan Belarus. Walau begitu, baru Uni Eropa yang memberikan sanksi untuk Belarus.
Dengan sanksi finansial, maka pejabat-pejabat yang terlibat dalam penyelanggaran Pilpres Belarus akan memiliki akses terbatas terhadap layanan finansial, sumber pendanaan, dan sumber daya ekonomi yang berada di Eropa. Selain itu, cakupan layanan finansial yang bisa diterima juga dibatasi.
Alexander Lukashenko tidak secara spesifik merespon sanksi dari Uni Eropa. Namun, ia menyatakan bahwa pihak-pihak asing memperkeruh situasi di Belarus. Ia bahkan menuduh mereka telah mendanai dan memprovokasi pengunjuk rasa.
"Seharusnya tidak ada lagi kekacauan di Minsk (ibu kota Belarus). Warga lelah dan mereka berhak mendapatkan keamanan dan kedamaian," ujar Alexander Lukashenko. Perkembangan terbaru, Alexander Lukashenko telah mengerahkan Kepolisian untuk membersihkan jalanan Minsk dari pengunjuk rasa.
ISTMAN MP | REUTERS