TEMPO.CO, Kingston – Sejumlah warga Jamaika mengenakan pakaian hitam berdemonstrasi di bawah terik sinar matahari memprotes tewasnya seorang warga kulit hitam Amerika Serikat, George Floyd, akibat tindak kekerasan polisi.
Ini terkait aksi unjuk rasa global yang terjadi di sejumlah negara Asia, Eropa, Australia dan Afrika, yang memprotes tindakan polisi Minneapolis, AS, pada 25 Mei dan mengakibatkan Floyd tewas.
“Ratusan orang berkumpul di depan Gedung Kedubes AS di Kingston dengan membawa plakat “Black Lives Matter” dan “Enough is Enough”,” begitu dilansir Reuters pada Sabtu, 6 Juni 2020.
Demonstran mendesak hukum ditegakkan atas kasus tewasnya George Floyd dan sejumlah warga Jamaika, yang tewas oleh tindakan petugas keamanan.
Floyd tewas di Minneapolis pada 25 Mei 2020 setelah seorang polisi kulit putih menindih lehernya saat penangkapan.
Polisi menuding Floyd membeli rokok dengan menggunakan uang palsu seperti pelaporan petugas di sebuah mart di dekat lokasi penangkapan.
Aksi unjuk rasa di Kingston berlangsung damai. Polisi hanya berdiri berjaga sambil mendengarkan demonstran yang menyuarakan aspirasinya.
“Saya berada di sini untuk memprotes ketidak-adilan dan rasisme sistematis,” kata Michael Pottinger, 58 tahun.
Menurut sebuah riset yang digelar pemerintah Jamaika. Sekitar 3 ribu warga negara itu tewas oleh tindakan petugas keamanan sejak 2000.
Secara terpisah, otoritas Paris, Prancis, melarang demonstrasi yang akan digelar di depan Kedubes AS serta di rumput dekat Menara Eiffel.
Namun beberapa ratus orang berkumpul dengan plakat Black Lives Matter di lapangan Place de la Concorde.
Lapangan ini berlokasi di dekat gedung Kedubes AS di Paris dan Istana Presiden Elysee Prancis.
Ada sekitar 10 ribu orang berdemonstrasi di sejumlah kota di Australia seperti Sydney secara damai membela warga minoritas kulit hitam seperti George Floyd. Mereka membawa bendera suku Aborigin dan mendesak polisi Australia berhenti bersikap kasar terhadap warga Aborigin.