TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI membenarkan kematian tiga WNI yang menjadi anak buah kapal atau ABK di kapal pencari ikan Long Xin 629 dan Long Xin 604. Kematian itu terjadi pada Desember 2019 dan Maret 2020.
Kementerian Luar Negeri RI dalam keterangan tertulis Kamis, 7 Mei 2020, menjelaskan kapten kapal memutuskan melarung jenazah ke laut karena kematian disebabkan penyakit menular. Hal ini juga berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya.
ILO Seafarer’s Service Regulation telah mengatur prosedur pelarungan jenazah (burial at sea). Dalam ketentuan ILO disebutkan bahwa kapten kapal dapat memutuskan melarung jenazah dalam kondisi antara lain jenazah meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas menyimpan jenazah sehingga dapat berdampak pada kesehatan di atas kapal.
“Perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai apakah keputusan kapten kapal telah memenuhi prosedur yang ditetapkan, bagaimana perlakuan dan kondisi ABK lainnya dan pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan. KBRI Beijing sudah melayangkan nota diplomatik (pada 31 Desember 2019),” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha.
Judha meyakinkan Kementerian Luar Negeri RI akan segera memanggil Duta Besar Cina untuk Indonesia. Pemanggilan itu juga untuk meminta penjelasan tambahan mengenai alasan pelarungan jenazah dan terkait perlakuan yang diterima ABK WNI. Tanggal pemanggilan tidak disebutkan Judha.
KBRI Seoul berkoordinasi dengan otoritas setempat telah memulangkan 11 awak kapal pada 24 April 2020. Sebanyak 14 awak kapal lainnya akan dipulangkan pada 8 Mei 2020. KBRI Seoul juga sedang mengupayakan pemulangan jenazah awak kapal a.n. E yang meninggal di RS Busan karena pneumonia. Adapun 20 awak kapal lainnya melanjutkan bekerja di kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8.
Terkait 20 awak kapal lainnya yang kembali melanjutkan bekerja di kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8, Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengatakan hal tersebut harus dicek ke agen (tenaga kerja) yang merekrut mereka di Indonesia.
Sebelumnya stasiun berita Korea Selatan MBC News, pada Rabu, 7 Mei 2020 mewartakan sebanyak 14 ABK asal Indonesia diduga diperbudak saat bekerja untuk kapal tuna asal Cina. Bahkan, menurut laporan MBC NEWS, mereka yang meninggal saat bertugas akan dilarung ke laut. Dengan kata lain, pilihan ABK hanya dua, bertahan hidup atau dibuang ke laut.
Bertahan hidup bukan perkara gampang bagi belasan ABK tersebut. Sebab, dalam sehari, mereka bisa diperkerjakan secara tidak wajar. Misalnya, menurut salah satu pengakuan ABK yang selamat, dirinya bisa bekerja hingga 18 jam per hari atau lebih. Selain jam kerja tak wajar, mereka juga dipaksa meminum air laut. Padahal, air laut tak seharusnya diminum karena memicu dehidrasi.