TEMPO.CO, Jakarta -Kamp pengungsi Suriah yang terisolasi di tenggara Suriah berbulan-bulan tidak menerima bantuan kemanusiaan, pasokan makanan dan peralatan kesehatan, sehingga berpotensi memunculkan bencana kemanusiaan jika wabah virus Corona menerpa kamp ini.
Kamp pengungsi Suriah yang dinamai Rukban dikelilingi gurun. Bantuan kemanusiaan terakhir datang ke kamp ini Februari 2019. Penghuni kamp selama ini hidup dari hasil selundupan penguasa kawasan itu.
"Tidak ada dokter atau tenaga medis terlatih profesional, hanya perawat yang menyediakan perawatan sederhana. Kami tidak memiliki perlengkapan atau peralatan yang dibutuhkan untuk darurat medis," kata Abu Abdallah, aktivis di kamp itu sebagaimana dilaporkan Al Arabiyah, 9 April 2020.
"Kami memerlukan peralatan untuk mengobati pasien dalam kondisi kritis, seperti oksigen masker dan disinfektan," kata Ruqayya Khashaam, seorang perawat.
Di kamp ini ada satu klinik yang dikelola Badan PBB untuk anak, Unicef, berlokasi di perbatasan Yordania untuk darurat kesehatan. Namun klinik itu tutup pada Maret lalu akibat penerapan langkah-langkah pencegahan virus Corona di sepanjang perbatasan Yordania.
"Ini hal terburuk yang mungkin terjadi," kata Khashaam.
We want direct aid to our camp, Assad and Russia are starving us. We want journalists to come and cover our plight #Rukban #Syria pic.twitter.com/v6UuU6tn6I
— The Voice of Rukban (@VoiceofRukban) April 8, 2020
PBB menyatakan kamp ini memang situasinya sangat tidak biasa. "Tidak ada air, tidak ada pepohonan, tidak ada sumber penghasilan atau bantuan kemanusiaan," kata Bassam Brabandi, bekerja untuk People Demand Change berkantor di Amerika Serikat yang kerap berkomunikasi dengan aktivis di kamp Rukban.
Penguasa Suriah dan sekutu Rusia berulang kali memblokade bantuan untuk masuk ke kamp Rukban. Mereka mendorong penghuni kamp kembali ke area yang dikuasai penguasa.
Milisi Iran yang menguasai perbatasan memblokir semua jalan masuk ke kamp kecuali satu pintu masuk untuk menyelundupkan barang.
Hanya 20 persen dari seluruh kebutuhan kamp diizinkan masuk. Alhasil terjadi inflasi harga, menurut Mohammed Ahmed Derbas, ketua komite di kamp Rukban.
"Kami dalam tekanan. Bahkan organisasi-organisasi internasional untuk pelayanan kesehaan dan medis tidak bisa mengakses kami," lata Khashaam.
Kamp Rukban didirikan AS tahun 2016 berlokasi 55 kilometer di zona aman , setelah pangkalan militer AS Al Tinf.
Kamp dibangun sebagai tempat tinggal informal pengungsi yang melarikan diri dari penguasa dan ISIS namun ditolak masuk oleh Yordania tahun 2015.
Kamp Rukban dihuni 60 ribu orang yang lari dari rumah mereka. Sementara populasinya sekarang sudah mencapai 10 ribu hingga 12 ribu orang.
Rusia, Suriah, dan AS saling tuding tentang situasi kamp Rukban. Damascus dan Moscow mengklaim bahwa kelompok ekstrim bersembunyi di kamp itu.
Kementerian Pertahanan Rusia menuding AS memanfaatkan pengungsi di kamp Rukban sebagai perisai manusia dan menjadi markas ISIS.
Dipicu keamanan semakin bergejolak di perbatasan, Yordania memperketat bantuan kemanusiaan masuk ke kamp dan kemudian menutup perbatasan untuk organisasi kemanusiaan masuk ke kamp Rukban tahun 2018.
Menanggapi tudingan Rusia dan Suriah, AS beralasan pihaknya tidak akan memberikan bantuan kemanusiaan ke kamp pengungsi Suriah, Rukban.
"Jika kami memberi mereka makan, sepertinya kami akan tinggal di sana selamanya, dan mungkin ada opsi lain untuk mereka," kata James Jeffrey, perwakilan khusus AS untuk Suriah kepada The Washington Post, Juli tahun 2019.