TEMPO.CO, Jakarta - Ketika perempuan haid atau menstruasi dianggap peristiwa wajar dan biasa bagi perempuan di berbagai belahan dunia, di Nepal justru peristiwa sial karena itu perempuan yang sedang menstruasi diisolasi di kandang hewan atau gubuk. Bahkan ironisnya mereka menemui ajal hingga tewas dalam isolasi.
Pemerintah Nepal melakukan berbagai cara untuk menghentikan tradisi kuno Hindu menyingkirkan perempuan menstruasi dari dalam rumah dan lingkungan masyarakat. Tradisi yang masih dijalankan di wilayah barat Nepal ini dikenal sebagai chhaupadi. Tak mudah melakukannya.
Nepal telah melarang tradisi ini secara resmi pada tahun 2005 setelah seorang ibu bersama anak remaja dan anak laki-lakinya tewas dalam gubuk isolasi. Meski sudah dilarang, masyarakat di desa-desa terpencil di wilayah barat tradisi ini masih menjalankannya.
Ironisnya, tradisi ini kembali memakan korban. Parbati Buda Rawat, 21 tahun, di hari ketiga masa haidnya hari Minggu, 1 November 2019, ditemukan tewas dalam gubuk terbuat dari lumpur beku tempat dia diisolasi.
Rawat saat itu menyalakan api untuk menghangatkan tubuh di dalam gubuk yang dingin. Keesokan pagi perempuan ini ditemukan tewas, diduga dia kesulitan bernafas akibat asap.
"Dia tampaknya tewas dalam keadaan lemas," kata Narapati Bhatta, inspektur polisi distrik Achham, Nepal kepada Thomson Reuters Foundation.
Warga desa di Nepal menjalankan tradisi chhaupadi karena perempuan menstruasi dianggap pembawa sial dan bencana, sehingga harus dikeluarkan dari rumah. Perempuan menstruasi dianggap tidak suci.
Tak hanya diisolasi dalam kandang hewan atau gubuk lumpur beku, perempuan menstruasi juga dilarang bertemu anggota keluarga atau berjalan keluar. Selama dalam isolasi, perempuan menstruasi harus makan sedikit, dan dilarang menyentuh benda-benda seperti susu, benda-benda sakral, dan hewan ternak.
Pemerintah Nepal berupaya mengakhiri tradisi yang merendahkan perempuan. Pendekatan terbaru dilakukan dengan menawarkan hadiah uang sebesar 5 ribu rupee Nepal atau setara dengan Rp 620,4 ribu bagi perempuan yang menolak menjalankan tradisi chhaupadi.
"Kami perlu merobohkan gubuk dalam pikiran kami, mengubah sikap dan menerima menstruasi sebagai proses alami dalam kehidupan seorang perempuan," kata Dirgha Raj Bogati, kepala desa Purbichowki di distrik Doti, berbatasan dengan distrik Achham, seperti dilaporkan Al Jazeera, 4 Desember 2019.
Pendekatan ini dianggap lebih efektif daripada merobohkan gubuk-gubuk isolasi seperti pernah dilakukan.
Memberikan hadiah uang akan membantu keluarga mencegah tradisi ini dijalankan. Hadiah ini diperkirakan akan memberi manfaat kepada 100 perempuan pada tahun ini.
Bersamaan itu, pemerintah negara yang termasuk termiskin di dunia tersebut, memberlakukan hukuman 3 bulan penjara dan denda 3 ribu rupee bagi siapa saja yang mengeluarkan perempuan menstruasi dari rumah.
Namun, menurut beberapa organisasi HAM, sangat sedikit orang yang dihukum karena tradisi kuno ini. Penyebabnya, perempuan yang menjadi korban tradisi chhaupadi di Nepal jarang melaporkan anggota keluarganya. Sehingga aktivis HAM mendesak polisi mempersiapkan laporan perempuan haid yang diisolasi dan kemudian menuntut pelakunya di pengadilan.