TEMPO.CO, Hong Kong –– Salah satu penggugat penerapan Undang-Undang Darurat di Hong Kong, Leung Kwok – hung, mengatakan dia merasa sedih dengan keputusan Kepala Eksekutif Carrie Lam Cheng Yuet – ngor menyalahgunakan kekuasaan sehingga memicu konflik berkepanjangan dengan publik.
Pengadilan Tinggi Hong Kong memutuskan penggunaan undang-undang dari era kolonial yang dilakukan pemerintah untuk melarang penggunaan masker wajah bertentangan dengan konstitusi.
“Saya tidak berkomentar apakah saya memenangi ini atau pemerintah sudah kalah. Saya hanya pikirkan masyarakat dikepung polisi,” kata Leung Kwok-hung, yang merupakan bekas anggota parlemen, seperti dilansir SCMP, Senin, 18 November 2019.
Dalam pernyataannya, pengadilan menyatakan undang-undang darurat itu tidak cocok dengan Basic Law, yang menjadi undang-undang induk di Hong Kong, seperti dilansir Reuters pada Senin, 18 November 2019.
Selama ini, para pengunjuk rasa kerap menggunakan masker wajah untuk menutupi identitas mereka saat berunjuk rasa dan bentrok dengan petugas keamanan di jalanan.
Mereka juga kerap mengenakan pakaian ciri khas yaitu serba hitam dan terekam berulang kali melempar bom bensin ke arah petugas hingga membawa tongkat besi dan memukuli petugas.
Pemerintah mencoba melarang penggunaan masker wajah ini untuk mengurangi eskalasi konflik antara demonstran dan petugas.
Media Hong Kong Free Press melansir putusan pengadilan tinggi ini sebagai pukulan telak bagi pemerintah. Namun, pengadilan juga mengatakan putusan itu belum berarti larangan pemakaian masker oleh demonstran sudah tidak berlaku.
Pengadilan menyatakan penerapan UU Darurat atau Emergency Regulations Ordinance, yang mengizinkan kepala eksekutif Hong Kong, menerapkan UU ini tanpa pengawasan DPR sebagai tidak konsitusional.
Putusan pengadilan ini, seperti dilansir SCMP, dikeluarkan oleh Hakim Anderson Chow Ka-ming dan Geofrey Lam Wan-ho dan menguntungkan pemohon yaitu 25 orang yang menggugat penerapan undang-undang itu.
Putusan pemerintah Hong Kong untuk mengaktifkan undang-undang darurat itu memicu terjadinya 6 gugatan hukum. Hakim mengeluarkan pertimbangan putusan sebanyak 106 halaman.