TEMPO.CO, Jakarta - Serangan udara di wilayah utara Idlib, Suriah, pada Sabtu, 31 Agustus 2019, dihentikan setelah Rusia mendukung dilakukanya gencatan senjata. Keputusan gencatan senjata dilakukan setelah empat bulan pengeboman mematikan.
“Tidak ada lagi pesawat-pesawat tempur di langit dan serangan udara sudah berhenti,” kata Rami Abdul Rahman, Kepala lembaga HAM di Suriah yang bermarkas di Inggris.
Bentrokan antara rezim loyalis dan kelompok-kelompok pemberontak juga tidak terjadi lagi setelah sebuah kesepakatan gencatan senjata dengan pemerintah Suriah disepakati dan berlaku efektif pada Sabtu pukul 6 pagi waktu setempat. Namun beberapa dentuman tembakan dan roket masih terdengar.
Anggota Pertahanan Sipil Suriah menggendong seorang anak yang berhasil diselamatkan dari reruntuhan bangunan akibat serangan udara di Maarat al-Numan, Idlib, Suriah, 28 Agustus 2019. Serangan udara pasukan Suriah di kawasan permukiman selatan Idlib menewaskan 12 orang, 34 lainnya terluka dan menghancurkan sejumlah bangunan. Syria Civil Defence in the Governorate of Idlib/Handout via REUTERS
Dikutip dari english.alarabiya.net, Sabtu, 31 Agustus 2019, Rusia yang dikenal sebagai sekutu dekat rezim Suriah pada Jumat, 30 Agustus 2019, mengumumkan kalau pasukan militer Suriah akan mengevaluasi sebuah gencatan senjata baru pada Sabtu pagi di Idlib. Pakta ini ditujukan untuk menstabilkan situasi di Idlib, salah satu wilayah pertahanan oposisi Suriah yang masih melawan Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
Ini adalah upaya terbaru yang dipimpin oleh Rusia untuk mencegah apa yang digambarkan PBB sebagai salah satu krisis kemanusiaan terbesar di Suriah. Perang saudara di Suriah sudah delapan tahun berkecamuk. Diperkirakan ada sekitar 3 juta jiwa penduduk yang tinggal di kota Idlib. Sebagian besar wilayah di Idlib berbatasan dengan kota Aleppo dan Latakia yang dikendalikan oleh Hayat Tahrir al-Sham, sebuah kelompok ektrimis yang dipimpin oleh mantan anggota al-Qaeda.
Gencatan senjata ini juga bisa mengakhiri penderitaan 400 ribu masyarakat yang sejak April terlantar dan menewaskan lebih dari 950 aktivis.