TEMPO.CO, Jakarta - Pada Rabu kemarin, Amerika Serikat resmi mengeluarkan Turki dari program jet tempur F-35 setelah Turki membeli S-400 Rusia.
Sehari sebelumnya, Presiden Donald Trump menyayangkan 100 jet tempur F-35 terancam batal, setelah Turki menerima pengiriman sistem pertahanan udara Rusia S-400, yang diklaim sebagai sistem SAM tercanggih saat ini.
"F-35 tidak dapat hidup berdampingan dengan platform pengumpulan intelijen Rusia yang akan digunakan untuk mempelajari kemampuan canggihnya," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan, menurut laporan New York Times, 18 Juli 2019.
"Menerima S-400 merusak komitmen semua sekutu NATO dibuat satu sama lain untuk menjauh dari sistem Rusia," lanjut rilis Gedung Putih. "Ini akan berdampak buruk pada interoperabilitas Turki dengan aliansi."
Pekan lalu Turki menerima pengiriman pertama S-400 dari pembelian senilai US$ 2,5 miliar atau Rp 34,8 triliun.
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan tindakan pemerintahan Trump tidak sesuai dengan semangat aliansi dan tidak bergantung pada pembenaran yang sah.
"Kami mengundang Amerika Serikat untuk kembali dari kesalahan ini yang akan menyebabkan luka yang tidak dapat diperbaiki dalam hubungan strategis kami," kata pernyataan Kemenlu Turki.
Radar dan software S-400 Triumph telah disempurnakan sehingga dapat menghancurkan 36 target secara bersamaan. Radar panorama 91N6E dapat mendeteksi target sejauh 600 km dan radar 92N6 merupakan radar multi fungsi yang mampu mendeteksi 100 target dengan jangkauan 400 km. topwar.ru
Pernyataan Gedung Putih pada hari Rabu adalah putusan terakhir tentang polemik akuisisi peralatan militer dua sekutu NATO. Amerika Serikat menginginkan Ankara membeli sistem rudal Patriot, yang diproduksi oleh Raytheon, yang setara dengan S-400 di Amerika.
Sepanjang perselisihan, Trump menegaskan bahwa hubungan pribadinya dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan dari Turki utuh, meskipun Ankara membeli peralatan militer Rusia.
Erdogan mengatakan pembelian S-400 sebagai independensi Turki di panggung dunia.
Kementerian luar negeri Turki mengatakan langkah AS mengeluarkan Turki dari program F-35 tidak adil dan dapat mempengaruhi hubungan kedua negara.
Sementara Wakil Menteri Pertahanan Bidang Akuisisi dan Dukungan, Ellen Lord, mengatakan pengeluaran Turki dari F-35 akan menelan biasa cukup besar.
"AS dan mitra F-35 lainnya selaras dalam keputusan ini untuk menangguhkan Turki dari program dan memulai proses untuk secara resmi mengeluarkan Turki dari program tersebut," tukas Ellen Lord, dikutip dari Reuters.
Lord mengatakan memindahkan rantai pasokan untuk jet tempur canggih akan menelan biaya Amerika Serikat antara US$ 500 juta (6,9 triliun) dan US$ 600 juta (Rp 8,3 triliun) dalam biaya teknik non-berulang.
Turki membuat lebih dari 900 bagian dari F-35, katanya, seraya menambahkan rantai pasokan akan beralih dari Turki ke sebagian besar pabrik AS karena pemasok Turki akan dikeluarkan.
"Turki tentu saja dan sayangnya akan kehilangan pekerjaan dan peluang ekonomi masa depan dari keputusan ini," kata Lord. "Turki tidak akan lagi menerima lebih dari US$ 9 miliar (Rp 125,4 triliun) dalam bagian kerja yang diproyeksikan terkait dengan F-35 selama program berjalan."
Jet tempur siluman F-35, pesawat paling canggih di arsenal AS, digunakan oleh NATO dan sekutu AS lainnya. Namun AS dan anggota NATO lainnya khawatir operasional jet tempur F-35 dan S-400 bersama oleh Turki akan membahayakan teknologi siluman F-35.