TEMPO.CO, Jakarta - Turki, anggota NATO, memutuskan untuk tetap membeli S-400 dari Rusia meski ditentang oleh sekutunya Amerika Serikat.
S-400 adalah penerus dari sistem pertahanan udara S-300. Rusia melakukan perubahan besar-besaran dari S-300 ke S-400.
Karena kemampuannya, S-400 banyak diminati oleh negara-negara dunia seperti Cina, Arab Saudi, Turki, India dan Qatar. Mereka mengatakan ingin membeli S-400.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada bulan Agustus 2018 bahwa Ankara akan berusaha mendapatkan sistem rudal S-400 sesegera mungkin, yang menurut Rusia akan pada tahun 2019.
Baca juga: Turki Tanggapi Kabar Tenggat Pembatalan Pembelian Rudal S-400
Tetapi ketertarikan Turki pada sistem rudal Rusia menakuti sekutu NATO Baratnya, karena alasan teknis dan politik.
"Dalam hal teknologi, S-400 tentu akan menjadi langkah maju (untuk Turki), tetapi itu tidak selalu dalam kepentingan terbaik NATO untuk memiliki sistem senjata yang terintegrasi dalam arsitektur yang lebih luas," kata Kevin Brand, analis militer yang bekerja dengan Dewan Hubungan Luar Negeri, dikutip dari Al Jazeera, 12 Juni 2019.
Rudal S-400 mampu menghancurkan rudal balistik antar benua, dikembangkan oleh Almaz Central Design Bureau pada tahun 2007. Rudal ini sanggup memburu pesawat tanpa awak, dan tahan terhadap jamming atau serangan elektronik lawan. Uniknya jika rudal ini di jamming, S-400 akan segera memburu balik pesawat atau kendaraan yang melakukan jamming. Sehingga S-400 menjadi mimpi buruk bagi pilot pesawat Growler, yang bertugas untuk menjamming sistem pertahanan lawan. survincity.com
Brand mengatakan S-400 dapat mengarah pada situasi yang berpotensi berbahaya.
"Ketika Anda melihat sistem S-400 Rusia, terutama dalam struktur NATO, ada skala kesulitan ketika mengintegrasikannya ke dalam sistem pertahanan yang lebih besar," kata Brand.
"Jika Anda menganggapnya sebagai situasi yang sangat ringan, skenario paling sederhana adalah bahwa datanya mungkin tidak dapat dimasukkan ke dalam arsitektur defensif yang saat ini digunakan oleh NATO. Itu mungkin skenario kasus terburuk dari yang terbaik."
NATO sangat bergantung pada beberapa sistem yang bekerja bersama dalam jaringan yang lebih besar.
"(Menambahkan S-400) mungkin sulit membayangkannya, itu mungkin mencemari pandangan bahwa sistem yang lebih besar yang diberikan untuk Anda."
Tapi, berpotensi lebih berbahaya, ada risiko bahwa Rusia memiliki niat buruk, kata Brand.
Baca juga: Ditanya Mahasiswa, Erdogan Cerita Soal Rudal S-400 dari Rusia
"Kontrak seperti apa yang akan diterapkan dengan teknisi Rusia yang menangani S-400, misalnya, akankah personel pemeliharaan Rusia memiliki akses ke data (NATO)?
"Skenario terburuknya adalah bahwa mungkin ada kerentanan terkait dengan sistem itu yang dapat dieksploitasi oleh musuh potensial.
"Memasukkannya berpotensi membahayakan jaringan pertahanan Anda sendiri."
Untuk India, Arab Saudi dan Qatar, yang bukan bagian dari aliansi seperti NATO, membeli sistem seperti S-400 akan menyebabkan lebih sedikit masalah teknologi, tetapi mereka dapat mengambil risiko akibat diplomatik dan ekonomi dari AS.
Ancaman Sanksi Amerika Serikat