TEMPO.CO, Jakarta - Pertempuran di Jalur Gaza dan wilayah selatan Israel berakhir dengan gencatan senjata yang dilakukan pada Senin, 6 Mei 2019 waktu setempat. Langkah ini diambil setelah ratusan roket dilontarkan dari wilayah Palestina dan Israel melancarkan serangan udara.
Dikutip dari reuters.com, Selasa, 7 Mei 2019, Israel tidak mengakui kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok-kelompok yang berkuasa di Gaza, Palestina karena mereka dianggap organisasi radikal. Namun Juru Perdana Menteri Israel mengatakan pihaknya melakukan aksi timbal balik untuk sama-sama diam (gencatan senjata).
Sumber di pemerintah Israel mengatakan pihaknya menduga Iran dalang dibalik pertempuran di Gaza yang meletup pada Jumat, 3 Mei 2019. Iran dan Israel masih saling bermusuhan, dimana Tel Aviv menuding Iran sebagai negara yang mengucurkan dana terbesar dalam pemberontakan yang dilakukan kelompok radikal.
Israel melakukan serangan udara pada untuk membalas dua prajuritnya terluka akibat tembakan penembak jitu di sepanjang perbatasan Gaza.
Baca: Diterjang 430 Roket, Netanyahu Perintahkan Serangan Masif ke Gaza
Sebuah bola api terlihat saat serangan udara Israel di Kota Gaza, 4 Mei 2019. Laporan lain dari media pemerintah Palestina di Gaza menyebutkan pesawat tempur Israel melakukan sekitar 150 serangan. Selain itu, artileri Zionis juga menargetkan 200 landmark sipil di Jalur Gaza, termasuk bangunan tempat tinggal, masjid, toko dan lembaga media. REUTERS/Suhaib Salem
Baca: Milisi Gaza Tembakkan 250 Roket ke Israel, Mengapa?
Militer Israel mengatakan lebih dari 600 roket dan proyektil jenis lainnya, ditembakkan di kota dan desa di wilayah selatan Israel. Serangan itu dibalas dengan gempuran terhadap sekitar 320 tempat yang diduga tempat bercokolnya kelompok-kelompok garis keras di Gaza, Palestina.
Berakhirnya pertempuran di Jalur Gaza dan selatan Israel yang dimulai sejak 3 Mei 2019, terjadi setelah para pejabat tinggi Mesir, Qatar dan PBB membantu memediasi. Hal ini disambut positif masyarakat Gaza mengingat masuknya bulan suci Ramadan.
“Ini bulan Ramadan yang sangat berat. Kami seperti tidak merasakan perayaan,” kata Sumayya Usruf, warga Gaza.