TEMPO.CO, Jakarta - Minivan melaju di sepanjang Sungai Nil yang membentang di Sudan, meliuk-liuk melewati lalu lintas malam Sudan yang beraroma revolusi.
Mempelai perempuan duduk di depan dengan gaun merah muda, sebuah dompet berkilau di pangkuannya dan kakinya dibalut perban.
Pengantin perempuan, Samar Alnour, ditembak dua kali bulan lalu selama pemberontakan yang menggulingkan diktator lama Sudan, Omar Hassan al-Bashir. Sekarang dia dalam perjalanan kembali ke situs protes, untuk menikahi pria yang menyelamatkannya.
Baca: Dewan Militer Sudan Dibentuk, Massa Tetap Teriak Revolusi
Muntassir Altigani, 30 tahun, seorang pekerja konstruksi, bergegas menolong Alnour saat dia mengalami pendarahan di jalan. Peluru mendesing di sekitar mereka.
Keduanya bergabung dengan pemberontakan yang merongrong rezim al-Bashir.
Dalam minggu-minggu berikutnya, mereka jatuh cinta.
"Saya pikir dia sangat berani," kata Altigani.
Tetapi revolusi belum berakhir.
Kisah romansa dalam revolusi Sudan ini dilaporkan oleh The New York Times, yang dikutip 4 Mei 2019.
Samar Alnour, yang kakinya terluka pada awal April saat penumpasan kekerasan terhadap pengunjuk rasa, berjalan menuju tempat duduk setelah pernikahannya.[Bryan Denton/The New York Times]
Minivan berhenti di tepi lokasi protes di mana ribuan masih berkemah di gerbang markas militer Sudan, menuntut transisi ke pemerintahan sipil penuh.
Alnour, seorang lulusan perguruan tinggi berusia 28 tahun yang menganggur, memasang gaunnya saat dia duduk di kursi roda dan bergabung dengan mereka.
Seorang paman mendorongnya jauh-jauh ke kerumunan yang ramai, melewati kafe-kafe dengan para prajurit yang sedang bersantai dan pasangan-pasangan yang menggoda, melewati penyair jalanan dan pembicara, mendeklarasikan impian mereka untuk Sudan, dan melewati musisi berambut gimbal yang memainkan lagu Bob Marley.
Dikejar oleh kerumunan yang bersorak-sorai, dia berhenti di tempat di mana dia telah ditembak.
Baca: Revolusi Sudan, Arab Saudi Dukung Dewan Militer Transisi
Sepanjang hidupnya, katanya, dia hanya mengenal Sudan milik al-Bashir: tempat yang tidak menyenangkan di mana korupsi menggagalkan upayanya untuk mendapatkan pekerjaan pemerintah. Sekarang negara baru, atau setidaknya janji memberi isyarat perubahan.
"Sebelumnya kami tidak merayakannya," katanya. "Anda tidak bisa mengekspresikan diri, atau berbicara. Sekarang kami merasa bebas."