TEMPO.CO, Jakarta - Pejabat dan mantan pejabat Gedung Putih mengatakan pemerintahan Donald Trump telah mempercepat program rahasia Amerika Serikat untuk menyabot rudal dan roket Iran.
Ini adalah salah satu upaya Amerika Serikat untuk melemahkan militer Teheran dan mengisolasi ekonominya.
Para pejabat mengatakan tidak mungkin mengukur secara tepat keberhasilan program rahasia, yang tidak pernah diakui di publik, menurut laporan New York Times, 14 Februari 2019.
Baca: Satelit Payam Buatan Iran Gagal Mencapai Orbit
Namun dalam sebulan terakhir saja, dua upaya Iran untuk meluncurkan satelit telah gagal dalam beberapa menit. Dua kegagalan roket itu, pertama, yang diumumkan Iran pada 15 Januari dan yang lain, pada 5 Februari, adalah bagian dari pola selama 11 tahun terakhir.
Pada saat itu, 67 persen dari peluncuran orbital Iran telah gagal, jumlah yang sangat tinggi dibandingkan dengan tingkat kegagalan 5 persen di seluruh dunia untuk peluncuran luar angkasa yang serupa.
Pemerintahan Trump menyatakan bahwa program luar angkasa Iran hanyalah kedok untuk upayanya mengembangkan rudal balistik yang cukup kuat untuk mengirim hulu ledak nuklir yang terbang di antara benua.
Beberapa jam setelah peluncuran 15 Januari, Menlu AS Mike Pompeo mencatat bahwa peluncur satelit Iran memiliki teknologi "yang hampir identik dan dapat dibandingkan dengan yang digunakan dalam rudal balistik."
Kegagalan peluncuran mendorong The New York Times untuk mencari lebih dari setengah lusin pejabat saat ini dan mantan pejabat pemerintah yang telah bekerja pada program sabotase Amerika selama belasan tahun terakhir. Mereka berbicara dengan identitas anonim karena mereka tidak berwenang untuk secara terbuka membahas program rahasia ini.
Para pejabat mengatakan program ini diciptakan di bawah Presiden George W. Bush, untuk memasukkan bagian-bagian dan material yang rusak ke dalam rantai pasokan kedirgantaraan Iran.
Program ini aktif pada awal pemerintahan Obama, tetapi telah mereda pada 2017, ketika Pompeo mengambil alih sebagai direktur CIA dan menyuntikkannya dengan sumber daya baru.
Teheran sudah curiga. Bahkan sebelum Trump menarik diri dari perjanjian nuklir Mei tahun lalu. Brigadir Jenderal Amir Ali Hajizadeh, kepala program rudal Iran, menuduh badan-badan intelijen Amerika dan sekutu mengubah kampanye "infiltrasi dan sabotase" mereka ke kompleks rudal Iran dari infrastruktur atomnya.
Baca: Trump Gunakan Irak untuk Awasi Iran, Presiden Salih Keberatan
Tindakan sabotase terhadap program rudal dan roket Iran sedang dilakukan melalui negara dan perusahaan yang memasok operasi kedirgantaraan Teheran. Pejabat Prancis dan Inggris telah bergabung dengan Amerika Serikat dalam menyerukan cara untuk melawan program rudal Iran..
Jauh sebelum Iran mulai serius memproduksi bahan bakar nuklir untuk program senjata di masa depan, Iran sedang mencari rudal yang kuat.
Ini dipicu ketakutan jangka panjangnya terhadap Irak. Pada 1980-an, pasukan Saddam Hussein menembakkan gelombang misil ke kota-kota Iran. Ratusan warga sipil tewas, dan Iran membalas dengan rudal yang dirancang Uni Soviet yang diperolehnya dari Libya, Suriah, dan Korea Utara.
Pada 1990-an, Iran mengimpor rudal Korea Utara yang dikenal sebagai No Dong, yang dinamai Shahab-3, atau Shooting Star-3.
Peluncuran rudal balistik Iran, Shahab-3. Rudal ini mampu mencapai target sejauh 2.000 km. Rudal yang dibuat berdaraskan rudal Korea Utara, Nodong, ini termasuk rudal balistik jarak menengah atau medium-range ballistic missile (MRBM). Shahab-3 diperkirakan memiliki kemungkinan meleset atau circular error probable (CEP) 30-50 m, sehingga termasuk rudal balistik presisi tinggi. Iran juga membuat rudal Shahab-1 dan Shahab-2, dengan daya jangkau 300 hingga 500 km. AP/ISNA, Ruhollah Vahdati
Rudal itu dapat mengirim hulu ledak sejauh 1.287 kilometer, cukup jauh untuk menghantam Israel. Mesin pendorong No Dong, panjang tujuh kaki dari nozzle ke pompa bahan bakar, akhirnya menjadi unit penggerak tahap pertama untuk sebagian besar rudal jarak jauh Iran dan untuk semua peluncur ruang angkasa.
Setelah invasi pimpinan Amerika tahun 2003 ke Irak, Washington dan sekutunya meningkatkan upaya untuk menggagalkan ambisi rudal dan nuklir Teheran. Pada 2006, Dewan Keamanan PBB menuntut agar Iran menghentikan pengayaan uranium, bahan bakar utama senjata nuklir. Penolakan Iran mendorong pengenaan sanksi yang melarang impor bagian, bahan dan teknologi untuk pembuatan bahan bakar nuklir dan untuk membangun rudal.
Di bawah pemerintahan Bush, dua program rahasia melawan Iran meningkat bersamaan: satu berfokus pada bahan nuklir, yang lain pada rudal.
CIA, dengan bantuan dari Badan Keamanan Nasional, mencari cara untuk menumbangkan pabrik, rantai pasokan dan peluncur.
Baca: Iran Pamer Rudal Jelajah Buatan Sendiri
Para pejabat militer Amerika mendesak Kongres untuk memasukkan lebih banyak uang ke dalam program-program yang secara tidak langsung mereka sambut dalam kesaksian terbuka sebagai teknik "hancur sebelum meluncur", disebut demikian karena mereka mengandalkan sabotase peluncur sebelum ditembak.
Dalam kasus Iran, itu berarti mengidentifikasi jaringan pemasok dan subkontraktor yang menjual suku cadang dan bahan angkasa ke Teheran. Sanksi PBB berarti Iran juga semakin bergantung pada pasar gelap dan perantara gelap, di mana CIA mudah menembusnya, menurut dua mantan pejabat.
Misi awal adalah untuk menumbangkan peluncuran uji coba rudal baru. Jika tes gagal, Iran akan ragu untuk memulai produksi massal.