TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI atau Kemenlu menanggapi dingin tuntutan kelompok garis keras yang menuntut uang tebusan RM 4 juta atau setara Rp 14,4 miliar untuk pembebasan dua nelayan WNI korban penculikan pada 11 September 2018. Kementerian Luar Negeri RI belum secara resmi mempublikasi nama dua nelayan itu, namun keduanya dipastikan berasal dari Sulawesi Barat, berusia 30 tahun-an.
"Semoga Kepolisian Sabah tidak hanya bisa meneruskan informasi permintaan tebusan dari penyandera, tapi juga membebaskan 2 WNI yang disandera dan diculik dari wilayah Sabah," Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, Rabu, 26 September 2018.
Baca: Kemenlu Siapkan Sistem Canggih Pendataan WNI di Luar Negeri
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, sedang beramah-tamah dengan para wartawan dalam acara buka puasa bersama, 26 Mei 2018. Sumber: TEMPO/Suci Sekarwati
Baca: Ungkap Penculikan Bocah Argentina, Indonesia Jadi Buah Bibir
Dua nelayan WNI yang diculik itu sedang bekerja di kapal Dwi Jaya I, sebuah kapal penangkap ikan berbendera Malaysia. Aksi penculikan terjadi sekitar pukul 01 dini hari pada 11 September 2018.
Dikutip dari thestar.com.my pada Rabu, 25 September 2018, penculik diduga kuat merupakan kelompok garis keras yang berasal dari Filipina. Kepala Kepolisian Sabah, Malaysia, Omar Mammah, mengatakan keluarga salah satu korban penculikan menerima telepon dari salah satu penculik pada 18 September 2018 pukul 10.24 malam. Dalam pembicaraan itu, penculik meminta uang tebusan RM 4 juta.
Omar mengatakan pihaknya telah mengantongi cukup banyak informasi dari para nelayan yang telah melihat perahu yang diduga milik para penculik. Penyidikan akan diintensifkan.
"Kami telah meningkatkan keamanan mulai dari Kudat hingga ke selatan Tawau. Sejauh ini, para penculik itu tidak menyebar ancaman," kata Omar.
Sekarang ini, Omar mengatakan Kepolisian Malaysia sedang mempelajari kemungkinan mencabut larangan penggunaan perahu motor seperti disarankan pemerintah negara bagian Parti Warisan Sabah beberapa bulan lalu demi menghindari bahaya penculikan. Dengan aturan ini, maka para nelayan masih bisa menggunakan perahu motor untuk mencari ikan di bibir pantai, tetapi tidak di laut terbuka.