TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin partai oposisi Kamboja, Kem Sokha, dibebaskan dengan jaminan dan dialihkan menjadi tahanan rumah setelah dipenjara selama setahun atas tuduhan makar, usai Perdana Menteri Hun Sen memenangi pemilu tanpa oposisi pada Mei lalu.
Baca: Rezim Hun Sen Bebaskan Oposisi Kem Sokha, Jadi Tahanan Rumah
Hun Sen, yang telah memegang kekuasaan selama lebih dari tiga puluh tahun, menindak keras para oposisi, kemudian mengebiri pesaingnya secara politis.
Pemerintah menindak keras oposisi tahun lalu karena partai bekuasa Hun Sen khawatir prospek oposisi dalam pemilihan umum Kamboja.
1. Dituduh Berkomplot dengan AS
Pemimpin oposisi Kem Sokha dikawal oleh polisi setelah penangkapan tengah malam di Phnom Penh, 3 September 2017.[Phnom Penh Post]
Pada 3 September 2017, polisi menangkap pemimpin Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) Kem Sokha atas tuduhan pengkhianatan. Perdana Menteri Hun Sen menuduh ketum partai oposisi itu bersekongkol dengan Amerika Serikat untuk menggulingkan rezimnya.
Di tengah ketegangan politik yang memburuk di Kamboja, rezim Hun Sen menahan pemimpin CNRP, yang ditangkap tepat setelah pukul 12.30 malam bersama dengan delapan pengawal selama penggerebekan di rumahnya di Tuol Kork. Sokha ditahan oleh 100 polisi dan dikirim hampir 200 kilometer ke penjara dekat perbatasan Vietnam.
"Pengkhianatan berkolusi dengan pihak asing untuk mengkhianati negara mengharuskan (kita) untuk melakukan penangkapan segera," kata Hun Sen, seperti dilaporkan Phnom Penh Post, 11 September 2018.
Perdana menteri menuduh AS, yang sering disebutnya sebagai "tangan ketiga", tengah merencanakan kudeta, membangkitkan rezim Lon Nol yang didukung AS, yang menggulingkan mendiang Raja Norodom Sihanouk pada tahun 1970 sebelum digulingkan oleh Khmer Merah lima tahun kemudian.