TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah laporan yang diterima dan dipublikasi Al Jazeera pada Senin, 13 Agustus 2018, menyebutkan para tahanan yang dipenjara di sekitar 27 penjara rahasia di sepanjang wilayah selatan Yaman, telah mengalami eksploitasi kekerasan. Mereka yang ditahan adalah laki-laki yang diduga menjadi anggota ISIS atau kelompok garis keras lainnya.
Penjara rahasia itu diduga dibangun oleh Uni Emirat Arab. Teknik interograsi yang digunakan sangat brutal yang melibatkan siksaan fisik dan mental.
Informasi dalam laporan itu diberikan oleh sejumlah sumber di militer Yaman yang bekerja untuk koalisi militer Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang bertugas menumpas kelompok garis keras Houthi di Yaman. Dalam laporan digambarkan adanya tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh personil militer Uni Emirat Arab dan tentara pengganti Yaman.
Baca: Ribuan Tahanan Kabur dari Penjara Yaman
Para tahanan mengalami pemerkosaan, disengat listrik pada area kemaluan, dada dan tangan. Beberapa tahanan ada yang digantung sambil dihina dan disiksa. Ditemukan kabel listrik kejut dan tiang besi penyangga di ruang-ruang interograsi.
Para tahanan juga digambarkan mengalami gangguan tidur dan ditempatkan pada ruang sangat sempit yang tidak bersih dan sedikit ventilasi udara. Sejumlah saksi mata menceritakan ada beberapa tahanan yang terlihat dikulitnya bekas mengalami siksaan cambuk dengan luka-luka mereka yang ditaburi garam. Beberapa mengalami siksaan kuku tangan dan kaki yang dicabuti dan dimasukkan paksa.
Baca: Puluhan Anggota Al-Qaidah Kabur dari Penjara Yaman
Dalam laporan itu disebutkan lebih dari 49 orang tewas akibat penyiksaan yang sangat brutal. Namun hanya ada sekitar lima kuburan yang digunakan untuk mengubur mayat-mayat tersebut.
Laporan ini memperkuat laporan Associated Press atau AP yang dipublikasi pada Juni 2018 atas dugaan adanya penyiksaan oleh sejumlah anggota militer koalisi Arab Saudi dan Uni Emirat Arab di setidaknya 18 penjara rahasia.
Dalam laporan AP disebutkan, ratusan laki-laki dikumpulkan dan ditahan atas dugaan telah menjadi anggota ISIS dan al-Qaeda di Semenanjung Arab. Para pejabat pemerintahan Uni Emirat Arab menolak berkomentar atas laporan ini.
Dengan bantuan logistik dari Amerika Serikat, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab melancarkan serangan udara ke Yaman sejak Maret 2015. Perang Yaman dinilai banyak pihak sebagai upaya untuk mengembalikan lagi pengakuan internasional terhadap pemerintahan Presiden Yaman, Abu-Rabbu Masour Hadi.
Pada 2014, Hadi dan pasukan militernya diserbu oleh kelompok garis keras Houthi yang telah mengambil alih sebagian besar wilayah Yaman, termasuk ibu kota Sanaa.