TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Afganistan, Abdul Rashid Dostum, lolos dari serangan bom bunuh diri di bandara Kabul, Afganistan ketika dia kembali pada Minggu 22 Juli dari pengasingannya selama satu tahun di Turki atas tuduhan penyiksaan dan perlakuan terhadap saingan politik.
Seorang pembom bunuh diri melakukan serangan di dekat bandara Kabul, Afganistan, Minggu 22 Juli, menewaskan 14 orang dan nyaris menyasar wakil presiden Afganistan.
Baca: Amerika Serikat Siap Berunding dengan Taliban
Ledakan terjadi di dekat Bandara Internasional Kabul tak lama setelah konvoi wakil presiden baru saja meninggalkan bandara, kata jurubicara Kementerian Dalam Negeri, Najib Danish, seperti dilaporkan Associated Press, 23 Juli 2018.
Jenderal Abdul Rashid Dostum, mantan panglima perang Uzbek, dan rombongannya tidak terluka, kata Danish. Namun ia mengatakan bahwa 14 orang, termasuk warga sipil dan personel militer tewas dalam serangan itu dan 50 lainnya terluka.
Dostum telah menjalani perawatan medis di Turki, dan sekarang membaik dan siap untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai wakil presiden, kata juru bicara kepresidenan, Haroon Chakhansuri.
Seorang polisi Afganistan berlari melewati jenazah personel keamanan setelah serangan di dekat Bandara Kabul, di Kabul, Afghanistan, Minggu, 22 Juli 2018.AP Photo / Rahmat Gul]
ISIS mengatakan seorang pembom bunuh diri menargetkan wakil presiden Afghanistan di dekat bandara Kabul, seperti diklaim kantor berita ISIS, Amaq News Agency, pada Minggu 22 Juli, seperti dilansir dari Reuters.
Menurut klaim ISIS pembom meledakkan rompi bom bunuh diri pada iring-iringan perayaan yang diadakan untuk menyambut wakil presiden Abdul Rashid Dostum, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Dia tidak terluka dalam ledakan seperti yang diklaim oleh ISIS. Namun, serangan ini membuat iklim politik yang semakin tidak stabil di Afganistan menjelang pemilihan parlemen pada Oktober mendatang.
Dostum mendukung rencana pembicaraan damai dengan Taliban dan berterima kasih kepada mitra internasional Afganistan atas bantuan mereka sambil menyerukan kepada warga Afghanistan untuk mendaftar untuk pemilihan.
"Setiap kecurangan dalam pemilihan ini akan membawa negara ke krisis yang serius dan berbahaya," kata Dostum.
Baca: Bom Bunuh Diri Taliban Tewaskan Politikus Sekuler Pakistan
Kembalinya Dostum yang penuh kemenangan sangat kontras dengan kemarahannya setelah laporan pada tahun 2016 yang menyebut para pengawalnya telah menganiaya saingan politiknya, Ahmad Eshchi, dan terlibat dalam penyiksaan serta pelecehan seksual.
Dia membantah tuduhan Eshchi, tetapi di tengah tuntutan internasional agar ia menghadapi proses hukum untuk menunjukkan bahwa para pemimpin politik Afganistan tidak berada di atas hukum.
Wakil presiden Afghanistan, mantan panglima perang Uzbekistan, Jenderal Abdul Rashid Dostum (tengah) dan anggota rombongannya saat tiba di Bandara Internasional Kabul, Afganistan, Minggu, 22 Juli 2018. Seorang juru bicara Afghanistan mengatakan telah terjadi ledakan besar di dekat bandara Kabul tak lama setelah Dostum mendarat saat kembali dari luar negeri.[Foto AP/Rahmat Gul]
Dostum meninggalkan Afghanistan pada 2017 setelah kantor jaksa agung meluncurkan penyelidikan atas dugaan bahwa para pengikutnya telah menyiksa dan melakukan pelecehan seksual terhadap mantan lawan politiknya. Dia sejak itu dilaporkan dilarang oleh pemerintah untuk kembali ke Afganistan.
Dostum juga dituduh melakukan kejahatan perang setelah jatuhnya pemerintah Taliban pada tahun 2001, juga telah dikritik oleh Amerika Serikat karena pelanggaran hak asasi manusia.
Baca: Serbu Penjara Taliban, Militer Afganistan Bebaskan 54 Orang
Bahkan di pengasingan, ia tetap menjadi figur kuat dengan dukungan luas di antara sesama etnis Uzbek di Afganistan utara. Sementara di Turki, ia juga membentuk aliansi dengan dua pemimpin kuat lainnya, Atta Mohammad Noor, kekuatan besar di antara etnis Tajik dan Mohammad Mohaqiq, seorang pemimpin minoritas Hazara, yang keduanya bergabung dengannya di Kabul pada hari Minggu.
"Tentu saja, tujuan koalisi ini tidak pernah bergerak anti-pemerintah atau melawan sistem. Sebaliknya, itu bertujuan untuk membangun dukungan umum untuk sistem," ujar Dostum.
Presiden Ashraf Ghani sekarang menghadapi tantangan untuk mengintegrasikan kembali Abdul Rashid Dostum, rekannya dalam pemilu Afganistan pada 2014 yang membantunya memperoleh suara etnis Uzbek meskipun menjadi mitra yang kontroversial dan tidak dapat diprediksi.