TEMPO.CO, Jakarta - Bea Cukai Malaysia melakukan penyitaan narkoba terbesar dalam sejarah, yakni metamfetamin kristal seberat hampir 1,2 ton yang diselundupkan dalam kemasan teh dari Myanmar. Petugas keamanan Malaysia juga menangkap enam tersangka dalam penyelundupan narkoba ini.
Dikutip dari Reuters, 28 Mei 2018, sebanyak 1.187 kilogram narkoba jenis metamfetamin senilai RM 71 atau Rp 249,8 miliar dikirim dalam sebuah kontainer dari Yangon, Myanmar, ke Port Klang, di Kuala Lumpur, Malaysia, ungkap Direktur Jenderal Bea Cukai Malaysia Subromaniam Tholasy pada wartawan.
Baca: Rodrigo Duterte: Bandar Narkoba Harus Dipenjara Jika Ingin Hidup
"Ini adalah penyitaan narkoba terbesar dalam sejarah kami dalam hal nilai dan berat sitaan," kata Subromaniam. Kristal metamfetamin adalah obat sintetik yang sangat adiktif yang juga dikenal sebagai speed, sabu dan yaba.
Bea Cukai Malaysia menunjukkan 1187 kilogram metamfetamin senilai RM 71 juta atau Rp 249,8 miliar yang disita dalam rilis di Nilai, Malaysia, 28 Mei 2018.[REUTERS/Angie Teo]
Pengiriman melalu kapal yang disita tercatat pada 22 Mei, dan telah dicatat sebagai bahan makanan dan terikat pada sebuah perusahaan perdagangan Malaysia yang berbasis di Kuala Lumpur. Pengiriman narkoba metamfetamin dikemas dalam paket teh kuning keemasan. Selain paket narkoba, tiga warga negara Myanmar dan tiga warga Malaysia ditangkap dalam operasi ini.
Baca: Bea Cukai Gandeng BNN Gagalkan Penyelundupan Katinon dan Ekstasi
"Kami masih menyelidiki, tetapi kami yakin sindikat yang terlibat memiliki hubungan dengan sindikat narkoba di Myanmar," kata Subromaniam, menambahkan bahwa pejabat juga menyita sejumlah kecil heroin dan sekitar 1 juta selundupan rokok.
Bea Cukai Malaysia menunjukkan 1187 kilogram metamfetamin senilai RM 71 juta atau Rp 249,8 miliar yang disita dalam rilis di Nilai, Malaysia, 28 Mei 2018.[REUTERS/Angie Teo]
Peredaran narkoba metamfetamin telah meningkat secara signifikan di Asia sejak 2015. Metamfetamin menjadi salah satu ancaman kesehatan global terbesar, seperti yang dirilis PBB untuk Narkoba dan Kejahatan dalam laporan World Drug pada 2017.
Myanmar selama berpuluh tahun menjadi produsen opium dan narkoba lain, seperti heroin dan kini telah menjadi produsen terbesar metamfetamin di Asia Tenggara, yang sebagian besar diproduksi di wilayah perbatasan yang berada di luar pantauan pemerintah.