TEMPO.CO, Jakarta - Singapura sering digambarkan sebagai negara metropolis yang mengalami keajaiban ekonomi. Sanjungan ini diarahkan pada Perdana Menteri Singapura pertama, Lee Kuan Yew, yang dinilai telah berhasil menjadikan Singapura sebagai salah satu negara terkaya di dunia.
Baca: Jejak Perjalanan Lee Kuan Yew, Sang Macan Asia
Li Shengwu. REUTERS
Baca: Wawancara Tempo dengan Lee Kuan Yew: Generasi Kedua
Kejayaan Lee sebagai arsitek Singapura yang sukses rupanya tak mengundang minat cucu tertuanya, Li Shengwu, untuk mewarisi popularitas kakeknya di dunia politik. Li saat ini bekerja sebagai ekonom di Universitas Harvard, Amerika Serikat. Dia adalah putra tertua Lee Hsien Yang atau keponakan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.
Dalam wawancara yang dipublikasikan www.aljazeera.com, Kamis, 5 April 2018, Li menegaskan tegas tidak tertarik pada politik. Alasannya, tidak sejalan dengan prinsip dan kepribadiannya.
“Saya rasa setiap keterlibatan saya di politik Singapura akan seperti racun yang memiliki dampak membantu Singapura menjadi sebuah negara yang demokrasi. Ketika Anda tahu legitimasi diperjuangkan bukan karena apa yang telah dan akan Anda lakukan, tetapi karena siapa Anda, saya rasa cara ini tidak akan berjalan dengan baik. Namun, buat saya, ini sungguh hanya masalah selera. Saya tidak suka mengatur orang, saya tidak bisa bekerja dengan banyak subordinat. Ini membuat saya sangat canggung,” kata Li, Kamis, 5 April 2018.
Li mengatakan setiap orang tua sangat yakin anak-anak mereka adalah anak-anak spesial dan bisa dipercaya. Ketika seorang orang tua memiliki banyak hal untuk diurus, maka anak akan dipercaya membantu mengurusi hal itu. Kondisi ini banyak terjadi pada dunia bisnis, dan keputusan kakeknya memilih putranya untuk terjun ke politik serta menjadi seorang perdana menteri Singapura. Setiap orang tua berharap banyak pada anak-anaknya, dan ini bukan sebuah kesalahan.