TEMPO.CO, Jakarta - Israel menyatakan akan membunuh para pemimpin Hamas jika eskalasi unjuk rasa yang digelar di Jalur Gaza pada Jumat, 30 Maret 2018, meningkat.
"Kami tidak akan mengizinkan para pemimpin Hamas bersembunyi di Gaza sementara kaum perempuan dan anak-anak dikirim ke pagar perbatasan," kata juru bicara Angkatan Bersenjata Israel, Acichay Adaree, melalui akun Twitter.
Baca: Militer Israel Persiapan Perang di Gaza
Seorang demonstran memegang bendera Palestina saat dia berteriak saat bentrokan dengan tentara Israel, dekat perbatasan dengan Israel di Jalur Gaza selatan, 2 Maret 2018. REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa
Peringatan Adaree itu datang hanya sehari sebelum rencana unjuk rasa digelar di sekitar 45 kilometer sebelah timur perbatasan Israel di Jalur Gaza.
"Bila perlu, kami akan merespon unjuk rasa di dekat pagar Jalur Gaza untuk menghadapi kekerasan yang dimotori oleh sayap militer Hamas," papar Adaree sebagimana dikutip Middle East Monitor, Jumat.
Seluruh faksi besar Palestina, termasuk Hamas dan Fatah, telah menyetujui rencana demonstrasi dengan harapan diikuti oleh ribuan warga Gaza. Menurut penyelenggara demonstrasi, aksi jalanan yang dijuluki dengan Great Return March itu akan berjalan damai dan alami.
Menanggapi rencana tersebut, Menteri Dalam Negeri Israel, Yoav Galant, mengatakan, "Jika situasi di perbatasan Gaza memburuk, pembunuhan terhadap pemimpin Hamas adalah opsi yang siap di atas meja."Seorang pengunjuk rasa Palestina memegang selempang saat berpose di lokasi bentrokan dengan tentara Israel di sebelah timur Kota Gaza, 19 Januari 2018. "Apa yang dapat saya lakukan untuk menghentikan keputusan Trump di Yerusalem adalah dengan menggunakan selempang ini melempar batu ke tentara Israel. "Impian saya adalah melihat semua orang Arab dan Muslim bersatu dalam satu pertempuran untuk mengembalikan tanah suci kita." REUTERS
"Saat konflik berlangsung, setiap kemungkinan bisa diizinkan," katanya kepada situs berita Israel, Walla.
Baca: Mesir Buka Perbatasan dengan Gaza untuk Jamaah Haji Palestina
Unjuk rasa oleh seluruh warga Palestina itu sengaja dilakukan untuk menekan Israel agar mencabut pengepungan terhadap Jalur Gaza yang berlangsung bertahun-tahun sekaligus sebagai penegasan atas hak rakyat Palestina kembali ke rumah mereka.
Sejak 2007, Jalur Gaza menderita akibat blokade Israel dan Mesir menyebabkan ekonomi, kesehatan dan kebutuhan dasar dua juta warga tak terpenuhi.