TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) untuk mengurangi perokok di negara Teluk itu dinilai jauh dari harapan. Hanya 1 dari 4 perokok yang mengubah kebiasaan buruk mereka meski pemerintah memperkenalkan kebijakan kenaikan harga rokok sebanyak 100 persen rokok atau yang dikenal dengan dengan istilah 'pajak dosa' jelang akhir tahun lalu.
Menurut sebuah survei oleh surat kabar UEA, The National, terhadap 600 perokok, sebagian besar perokok mengatakan kenaikan besar-besaran harga pada bulan Oktober 2017 gagal menghentikan mereka untuk terus merokok.
Baca: Menghina UAE, Kuwait Menghukum Bloger 5 Tahun Penjara
Survei itu juga menemukan adanya kenaikan penderita penyakit yang terkait dengan rokok.
"Sebagian besar masalah kesehatan yang berkaitan dengan merokok akan mulai sekitar usia empat puluhan atau lima puluhan, karena fungsi paru biasanya memburuk seiring bertambahnya usia tetapi pada perokok itu memburuk lebih cepat," kata Arun Arya, seorang konsultan penyakit paru di rumah sakit NMC Royal seperti dilansir media The National, Senin, 19 Maret 2018.
Baca: Cerita Jokowi Aktif Menghubungi Pemimpin Turki dan UAE
Merokok tembakau menyebabkan lebih dari 85 persen kasus kanker, 22 persen kematian kanker global dan 71 persen kematian kanker paru-paru global.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, 16,4 persen kematian akibat kanker dikaitkan dengan kanker trakea, bronkus atau paru-paru.
Bahkan, survei itu juga menemukan populasi penikmat medwakh, tembakau pipa dengan kadar nikotin sangat tinggi, justru meningkat. Penikmat rokok tradisional Arab yang setara dengan 5 batang rokok regular itu berjumlah 57 persen dari mereka yang disurvei.
Dari mereka yang menyelesaikan survei The National, 7 persen mulai merokok sebelum mereka berusia 13 tahun, sementara 16 persen berusia di bawah 16 tahun ketika mereka mulai rokok.
Lebih dari separuh perokok mengatakan mereka telah mencoba e-rokok atau e-pipe dengan nikotin, meskipun perangkat dan isi ulang dilarang dijual di UAE.
Dari mereka yang telah mencoba alternatif rokok konvensional, 54 persen mengatakan mereka tidak siap untuk beralih ke perangkat elektronik untuk memberi makan kebiasaan mereka.
Beberapa lainnya menyebutkan telah mengubah merek rokok mereka dengan yang lebih murah.
Ilustrasi bahaya rokok. (acehonline
'Pajak dosa', juga dikenal sebagai cukai rokok, mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2017 dalam upaya untuk mempromosikan gaya hidup sehat di antara orang-orang di UEA. Pajak juga telah menggoda beberapa pemilik toko untuk menaikkan harga barang-barang lainnya.
Bersamaan dengan penggandaan harga rokok, kenaikan pajak 50 persen pada minuman soda bergula.
Gagasan "pajak dosa" mengakar di kawasan itu setelah anggota Dewan Kerjasama Teluk setuju untuk mengambil langkah-langkah kolektif untuk mengatasi gaya hidup yang tidak sehat. Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan menerapkan pajak tinggi adalah salah satu dari beberapa langkah efektif untuk membuat orang berhenti merokok.
Arab Saudi dan Bahrain telah memperkenalkan pajak yang serupa, dan Oman akan memulai "pajak dosa" sendiri pada bulan Juni tahun ini, dengan tembakau, alkohol dan minuman energi menjadi dua kali lipat harga.
Secara terpisah, selain UAE, pemerintah Singapura juga menaikkan cukai untuk semua produk tembakau sebanyak 10 persen. Seperti dilansir media Straits Times, Kebijakan ini diumumkan pada 19 Februari 2018 oleh Menteri Keuangan Heng Swee-Keat sat pemaparan bujet Singapura. Ini membuat harga rokok untuk beberapa produk populer di negeri jiran ini naik 1 dolar Singapura atau sekitar Rp10,500.