TEMPO.CO, Jakarta -Sedikitnya 250 orang tewas dalam kurun waktu 48 jam akibat serangan udara dan artileri di Ghouta timur, Suriah. Sebanyak 20 dari yang tewas adalah anak-anak.
Syrian Observatory for Human Rights, LSM yang memantau perang di Suriah, melaporkan temuannya tentang jumlah korban yang tewas selama 2 hari terakhir.
Baca: Unicef Tak Bisa Gambarkan Kengerian Perang Suriah
Jumlah korban yang tewas di Ghouta Timur ini merupakan yang terbanyak sejak tahun 2013 saat terjadi serangan dengan menggunakan zat kimia di Ghouta, mengutip Al Jazeera, Rabu, 21 Februari 2018.
Serangan itu juga telah menghancurkan enam rumah sakit di Ghouta Timur dalam 2 hari ini. Menurut laporan PBB, situasi ini membuat rumah sakit tidak dapat memberikan pelayanan dan membunuh sejumlah orang.
Serangan beruntun dari udara dan darat oleh pasukan pemerintah Suriah ke arah pemberontak dalam 2 hari lamanya telah memakan korban jiwa yang besar.
Baca: Senjata Amerika Serikat untuk Militan Suriah Dijual online
"Dari kemarin hingga saat ini, kami menjadi saksi semua bentuk serangan yang terjadi di tetangga kami. Pesawat tempur tak henti-hentinya membumbung d atas kota ini. Ketika tembakan berhenti sesaat, mereka mulai meluncurkan rudal ke arah kami," kata Sham, ibu dua orang anak dari Ghouta Timur kepada Al Jazeera.
Menurut Syrian Observatory for Human Rigths, serangan yang dimulai hari Minggu, 18 Februari 2018, menandai awal serangan darat yang akan dimulai pasukan pemerintah Suriah.
Baca: Angelina Jolie Minta Dewan Keamanan PBB Akhiri Perang Suriah
Tahun lalu, Ghouta timur disepakati sebagai zona deeskalasi oleh Rusia, Turki, dan Iran. Dalam teori, zona deeskalasi berarti warga sipil di kawasan itu dapat hidup tanpa menjadi sasaran perang dari pihak manapun.
Namun, dalam praktek warga sipil di Ghouta timur menjadi korban dari serangan bertubi-tubi pihak yang bertempur di Suriah.