TEMPO.CO, Jenewa -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, akan meluncurkan program besar perlucutan senjata dunia dari mulai perlucutan senjata nuklir, perang siber hingga senjata ringan.
Guterres, yang pernah menjadi Perdana Menteri Portugal ini, berencana untuk menghentikan perlombaan senjata nuklir. Dia menginginkan negara-negara besar kembali ke meja perundingan setelah dua dekade mengalami kebuntuan.
Malala Yousafzai menghadiri upacara dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres setelah dipilih sebagai utusan perdamaian PBB di New York, 10 April 2017. REUTERS/Stephanie Keith
Baca: Bertemu Komisaris HAM PBB, Jokowi Bahas Rohingya dan LGBT
"Guterres ingin mengakhiri kebekuan yang disebabkan negara-negara tertentu dalam pembicaraan mengenai perang siber dan robot dengan cara melibatkan sektor swasta," kata seorang ahli berbasis di Jenewa yang enggan diungkap identitasnya kepada Reuters, Rabu, 7 Februari 2018.
Baca: PBB: 45 Sekolah Palestina Dimusnahkan Israel
Guterres juga ingin para pemimpin negara besar untuk memulai pembicaraan mengenai penggunaan bahan peledak di kawasan penduduk dan membatasi akses ke senjata konvensional, yang menjadi penyebab terbesar pembunuhan di planet Bumi.
Dengan meningkatnya ketegangan dunia terkait perlombaan nuklir baru antara Amerika Serikat, Rusia, Cina, Korea Utara dan Iran, Guterres bisa berada dalam posisi yang unik untuk mendorong dimulainya negosiasi untuk perlucutan senjata nuklir.
Ini sesuai dengan mandat PBB 2009 dari Dewan Keamanan PBB untuk menciptakan kondisi dunia tanpa senjata nuklir.
Menurut ahli di Kebijakan Keamanan di Jenewa Center, Marc Finaud, kepada Reuters,"Jika Guterres pintar maka dia dapat menggunakan mandat itu untuk bertanya: Baik, apa yang sudah kamu lakukan sepuluh tahun terakhir?"
RS-24 Yars adalah rudal balistik generasi kelima. Rudal ini diperkirakan membawa tiga hingga enam kepala nuklir independen atau multiple independently targetable reentry vehicle (MIRV), masing-masing berkekuatan 150-250 kiloton. Setiap MIRV dapat mencari target berbeda. Sputnik/Vadim Savitskii
Ditanya soal ini, seorang pejabat AS, yang juga enggan diungkap identitasnya, mengatakan perlucutan senjata nuklir merupakan tujuan aspirasi. Dan ini sulit diwujudkan dalam waktu dekat.
"Kami tidak meyakini bahwa ini adalah saatnya untuk sebuah inisiatif besar, terutama di area senjata nuklir," kata pejabat ini. Dia menambahkan Guterres juga harus berhati-hati dalam menangani teknologi baru otonom atau senjata robot pembunuh.
"Saya khawatir Sekjen mencoba mengobati gejalanya tapi tidak penyebabnya yaitu mengapa negara-negara maju mempersenjatai diri dan memperbarui senjatanya," kata pejabat ini.
Seperti diberitakan baru-baru ini, Amerika mempublikasikan Kajian Postur Nuklir untuk meningkatkan daya cegah dan memastikan empat negara Rusia, Cina, Korea Utara dan Iran tidak bisa menyerang AS.
Guterres dikabarkan bakal menunjuk Kepala Perlucutan Senjata PBB, Izumi Nakamitsu, untuk memulai dialog antarnegara ditengah menguatkan perseteruan AS dan Rusia.
"Jalan menuju perdamaian lewat perlucutan senjata tidak menunggu situasi yang tepat untuk muncul, sementara negara-negara terus menambah stok senjata dan meningkatkan bujet tahunannya," kata Nakamitsu dari PBB pada pidatonya Oktober lalu. "Kita tidak boleh menutup diri dari berpikir besar."