TEMPO.CO, Jakarta - Umat Kristen di Suriah mulai mengadakan misa atau ibadah mingguan di kota bekas markas pasukan teroris ISIS di Kota Deir az-Zour, yang terletak di sebelah timur negara itu.
Gereja St. Mary di Kota Deir az-Zour masih menunjukkan tanda-tanda kerusakan akibat perang, yang telah melanda kota ini. Sisa-sisa roket bertebaran di puing-puing bangunan gereja yang menutupi lantai. Jendela-jendela gereja terlihat terbuka lebar karena rusak akibat pertempuran yang terjadi.
Baca: Pemberontak Suriah Tembak Jatuh Jet Sukhoi 25 Rusia Pakai MANPAD
Itu tidak menghentikan umat, yang berjumlah lebih dari 20 orang, untuk mengadakan pelayanan pertama mereka di kota itu selama hampir enam tahun.
Baca: PM Hariri: Libanon Tak Memaksa Pengungsi Suriah Kembali
"Doa bagi saya seperti kehidupan baru," kata Sally Qasar seperti dilansir media Al Araby, Ahad, 4 Februari 2018. "Ini memberi saya tekad untuk kembali ke Deir az-Zour dan bertahan dengan penyediaan layanan yang buruk, dan berpartisipasi dalam membangunnya kembali." Berita ini juga dilansir media Voice of People Today.
Pemberontak merebut bagian kota ini pada 2012, dan kehidupan menjadi tak tertahankan bagi orang-orang Kristen terlebih setelah kelompok ISIS menguasai kota.
Sejak itu milisi ISIS mulai melakukan pembunuhan dan intimidasi terhadap orang-orang Kristen Suriah, yang membuat hidup di Deir az-Zour semakin berat.
Setelah pemerintah Suriah menyerang ISIS pada tahun lalu, kota itu kembali dikuasai penuh pada November. Dan penduduk, termasuk orang Kristen, dengan perlahan mulai kembali.
Ibadah pada Sabtu, 3 Februari 2018 ini dipimpin Patriark Orthodox Suriah dari Antiokhia Ignatius Aphrem II dan juga dihadiri oleh beberapa ulama Muslim.
"Ini adalah perasaan yang tak terlukiskan untuk kita doakan di sebuah gereja yang hampir hancur, yang berfungsi sebagai penghiburan bagi hati kita dan sebuah pesan harapan kepada orang-orang di kota untuk kembali dan mengambil bagian dalam membangunnya lagi," kata patriark.
Seorang uskup setempat, Maurice Amseeh, meminta orang-orang Kristen untuk kembali ke kota mereka.
"Yang penting sekarang adalah hidup kembali - karena penduduk Deir az-Zour dan orang-orang Kristen kembali ke sana," katanya kepada para umat.
Diperkirakan 3.000 orang Kristen tinggal di Deir Ezzor sebelum pemberontakan Suriah pecah pada 2011.
Shadi Tuma, 31, memutuskan untuk tinggal di kampung halamannya meski bertahun-tahun terjadi bentrokan.
"Masa-masa sulit yang dialami Deir az-Zour membuat keluarga-keluarga itu pergi tapi ada tekad di dalam diri saya untuk tinggal di kota ini," katanya, seperti yang dilansir Al Araby pada 4 Februari 2018.
Sebagian besar kota ini praktis tidak dapat dihuni, dengan bangunan hancur, pasokan listrik terputus dan tidak ada persediaan air bersih.
Namun, Sally Al-Qassar, 40 tahun, melihat kehidupan baru yang memberinya tekad untuk kembali ke Deir al-Zour, Suriah, dan untuk bertahan dalam kondisi pelayanan yang sulit.