TEMPO.CO, Washington - Pentagon merilis sebuah kebijakan senjata nuklir baru dengan memperkenalkan sedikitnya dua jenis senjata baru Amerika Serikat. Kebijakan baru ini mengakhiri kebijakan era Presiden Barack Obama untuk mengurangi ukuran, cakupan dan peran senjata nuklir dalam perencanaan pertahanan.
Menteri Pertahanan, Jim Mattis, mengatakan perubahan itu mencerminkan kebutuhan untuk melihat realitas di dunia bukan karena AS menginginkannya. Dia mengatakan ini dalam sebuah catatan pengantar mengenai kebijakan baru itu pada Jumat, 2 Februari 2018.
Baca: Korea Utara Vs Amerika: Trump Harap Olimpiade Berdampak Positif
Kebijakan pemerintah sebelumnya bergantung pada apa yang Presiden Barack Obama sebut sebagai kewajiban moral bagi Amerika Serikat untuk memimpin dengan contoh dalam membersihkan dunia dari senjata nuklir.
Baca: Korea Utara Vs Amerika: Hentikan Latihan Perang Korea Selatan--AS
Pejabat pemerintahan Donald Trump dan militer AS berpendapat pendekatan Obama terbukti terlalu idealis, terutama karena hubungan dengan Moskow memburuk. Rusia, Cina dan Korea Utara kini sedang berlomba menunjukkan kemampuan senjata nuklir mereka.
"Selama dekade terakhir, ketika Amerika Serikat memimpin dunia dalam pengurangan senjata nuklir, setiap musuh potensial kita telah mengejar strategi yang berlawanan," kata Wakil Menteri Energi, Dan Brouillette, seperti dilansir Washington Post pada 3 Januari 2018. "Kekuatan ini meningkatkan jumlah dan jenis senjata nuklir di gudang senjata mereka." Berita ini juga dilansir Reuters dan USA Today.
Dalam pengumuman itu juga diperkenalkan dua senjata nuklir jenis baru yang berukuran lebih kecil yang mampu diluncurkan melalui kapal selam. Meskipun disebut kecil, namun senjata semacam itu dapat menyebabkan kerusakan lebih parah dari bom atom, yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki di Jepang.
Kebijakan Pentagon yang baru juga menguraikan rencana jangka panjang untuk memperkenalkan kembali rudal jelajah yang diluncurkan oleh kapal selam nuklir yang disebut SLCM (atau "slick-em").
Pejabat mengatakan SLCM akan meyakinkan Jepang dan Korea Selatan dalam menghadapi ancaman dari Korea Utara dan memberi tekanan kepada Rusia untuk menghentikan penyebaran senjata nuklir tingkat menengah.
Pentagon juga menegaskan komitmennya terhadap modernisasi angkatan perang AS dengan memperkenalkan jet pengebom baru, kapal selam, dan rudal balistik antarbenua, dan rudal jelajah baru. Kantor Anggaran Kongres memperkirakan rencana ini akan menelan biaya sekitar US$ 1,2 triliun atau sekitar Rp16,100 triliun selama 30 tahun.
Ancaman telah berubah secara dramatis sejak terakhir kali Pentagon memperbarui kebijakan senjata nuklirnya, dengan Rusia muncul kembali sebagai musuh geopolitik. Korea Utara, sementara itu, telah beringsut mendekati memiliki rudal yang mampu menyerang daratan AS dengan hulu ledak nuklir, membawa prospek perang nuklir kembali ke garis depan warga Amerika untuk pertama kalinya sejak Perang Dingin.
Disebut "Status-6 Oceanic Multipurpose System", torpedo Rusia dilaporkan mampu mengirimkan bom kobalt termonuklir hingga 100 megaton. Senjata itu bisa memicu gelombang tsunami radioaktif udara yang akan menyelimuti sebuah kota pesisir. Politisi menyebut torpedo sebagai senjata "kiamat".
Itu hanya satu senjata yang disorot dalam laporan hari Jumat, yang sangat memusatkan perhatian pada kemampuan senjata AS saat ini dan masa depan, bersamaan dengan kemajuan yang dibuat di negara-negara seperti Rusia, Cina, Korea Utara dan Iran.
Kebijakan senjata nuklir baru mengikuti janji Donald Trump sebelum mengambil alih untuk memperluas dan memperkuat kemampuan nuklir Amerika. Presiden Trump juga bersumpah selama pidato kenegaraannya pada Selasa untuk membangun sebuah gudang senjata nuklir yang sangat kuat sehingga akan mencegah tindakan agresi apapun dari musuh manapun.