TEMPO.CO, Jakarta -Israel selalu berencana membunuh pemimpin kharismatik Palestina, Yasser Arafat, bahkan jika perlu dengan menembak jatuh pesawat penumpang yang diyakini dinaiknya.
Seperti dilansir The New York Times, Jumat 26 Januari 2018, hal ini diungkap jurnalis investigasi Israel, Ronen Bergman, dalam bukunya yang baru saja diluncurkan, “Rise and Kill First: The secret history of Israel’s targeted killings.”
Menurut Bergmen, ketika Ariel Sharon—mantan Perdana Menteri Israel—masih menjabat menteri pertahanan, dia memerintahkan tentara Israel untuk menembak jatuh sebuah pesawat jet penumpang yang diduga membawa ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di dalamnya.
Memang akhirnya rencana biadab Sharon dibatalkan. Namun, rencana itu diduga menjadi salah satu dari sekian rencana untuk membunuh pemimpin Palestina tersebut. Buku itu juga mengungkap rencana pembunuhan terhadap Arafat di sebuah stadion sepak bola.
Baca juga:
TERKUAK: Israel Dalang di Balik Kematian Yasser Arafat
Untuk mengungkap hal ini, Bergman telah berbicara dengan ratusan pejabat intelijen dan pertahanan Israel. Dia juga mempelajari dokumen rahasia yang mengungkapkan sebuah sejarah kelam Israel yang biadab.
”Saya menemukan bahwa sejak Perang Dunia II, Israel telah menggunakan pembunuhan dan menargetkan pembunuhan lebih banyak daripada negara lain di Barat, dalam banyak kasus yang membahayakan kehidupan warga sipil,” kata Bermen.
Rencana penembakan pesawat penumpang itu terjadi pada 23 Oktober 1982. Menurut buku tersebut, Tsomet, unit Mossad yang merekrut agen di luar negeri, telah mendengar Arafat akan naik pesawat dari Athena ke Kairo. Caesarea, unit Mossad yang bertanggung jawab atas pembunuhan yang ditargetkan, mengirim dua petugas untuk menunggu di bandara Athena.
Pesawat tempur F-15 saat itu ditempatkan dalam posisi waspada. Mossad akhirnya menyadari bahwa pria yang diintai itu bukan Arafat, tapi saudaranya yang membawa anak-anak Palestina yang terluka ke Kairo untuk perawatan medis.
30 anak-anak terluka dalam pesawat itu adalah korban selamat pembantaian Sabra dan Shatila oleh milisi Phalange di sebuah kamp pengungsi Palestina di Lebanon.
Bergmen pertama kali mendengar rencana pembunuhan Israel terhadap Arafat tersebut pada 2011. Tetapi sumbernya memintanya untuk tidak merilisnya sampai ada sumber kedua yang mendukung klaim tersebut.