TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja Quebec di Kanada, Dominique Vien, memerintahkan penyelidikan atas laporan perempuan dilarang bekerja di tempat kerja dekat masjid Montreal saat salat Jumat.
Vien meminta Komisi Pembangunan provinsi untuk menyelidiki kasus larangan ini setelah pernyataan dari dua pejabat perusahaan pekerjaan umum melarang tiga wanita dari tempat kerja mereka yang berdekatan dengan masjid Montreal.
Baca: Kanada Tangguhkan Larangan Bercadar di Quebec
"Permintaan tersebut, jika dikonfirmasi kebenarannya, maka tidak dapat diterima sama sekali," kata Vien, seperti yang dilansir CBC pada 13 Desember 2017.
Menurut laporan yang dipublikasikan pada Selasa, direktur di 2 masjid di Jalan Courtrai di Côte-des-Neiges meminta G-Tek, perusahaan kontraktor listrik yang melakukan pekerjaan di dekat masjid untuk tidak mempekerjakan wanita di lokasi itu saat salat Jumat.
Juru bicara masjid membantah adanya larangan wanita bekerja di dekat masjid Montreal saat salat Jumat. Dia mengaku baru mengetahui masalah ini melalui media.
Menurut Vien, ada kesetaraan antara pria dan wanita dalam dunia kerja. Wanita, ujarnya, dapat bekerja di manapun mereka mau.
Pihak masjid yang didukung laporan media lokal menjelaskan klausul dalam kontrak adalah masalah mencegah kebisingan saat salat Jumat, bukan soal wanita.
Baca: AS Cegah Muslim, PM Kanada Justru Sambut Imigran Muslim
Versi masjid dari acara tersebut didukung oleh Komisi Layanan de Montréal (CSEM), perusahaan yang mempekerjakan G-Tek untuk melaksanakan pekerjaan kelistrikan.
Pejabat dari serikat pekerja yang mewakili para pekerja mengatakan, larangan itu mungkin berasal dari tetangga, dan bukan dari masjid itu sendiri.
Para pekerja mengatakan permintaan untuk memindahkan wanita dari situs tersebut saat salat pada hari Jumat berasal dari warga sekitar konstruksi, bukan dari pihak masjid.
Provinsi Quebec telah menjadi sorotan dunia setelah pada Oktober lalu Majelis Nasional Quebec menyetujui undang-undang yang melarang pejabat atau orang yang bekerja di pelayanan publik untuk menutupi wajah mereka. Undang-undang yang kemudian ditentang oleh pengadilan dianggap mendiskriminasi umat muslim yang populasinya sekitar 1,1 juta jiwa dari total populasi penduduk Kanada sebanyak 36 juta jiwa.