4 WNI Terancam Deportasi, Kemlu: Bukan Akibat Kebijakan Trump

Reporter

Rabu, 10 Mei 2017 11:20 WIB

Minta suaka, 4 warga Indonesia terancam dideportasi Imigrasi Amerika Serikat atau ICE. wnyc.org

TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Luar Negeri Indonesia membenarkan kabar ada empat warga negara Indonesia yang kini ditahan Badan Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat atau ICE dan terancam dideportasi.


Namun Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal menegaskan bahwa deportasi ini tidak terkait dengan kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang kini giat mengusir para pendatang haram di Negeri Abang Sam.


Menurut Iqbal keempat orang itu masuk ke Amerika Serikat pada 2000.


“Mereka meminta suaka namun sudah ditolak sekitar 2012. Jadi deportasinya adalah pelaksanaan dari keputusan penolakan suaka tersebut,” ujar Iqbal dalam pesan pendek kepada Tempo, Rabu 10 Mei 2017..


“Keempat WNI dalam keadaan baik dan sedang menunggu proses pemulangan. KJRI terus memantau perkembangannya,” ujar Iqbal.


Advertising
Advertising

Baca: 4 Warga Indonesia Ditahan Imigrasi Amerika Serikat


Seperti dilansir WYNC, Senin 8 Mei 2017, keempat warga Indonesia yang ditahan pada Senin lalu adalah Arino Massie, yang memiliki anak berkewarganegaraan A.S.; Saul Timisela, yang memiliki istri dengan disabilitas; Rovani Wangko, yang sudah menikah dengan pemegang kartu hijau; dan Oldy Manopo, ayah dari seorang anak yang diizinkan untuk tinggal di bawah program "Dreamer".


Iqbal menegaskan Indonesia menghormati hukum setempat. Dalam kasus keempat WNI ini, Iqbal mengatakan ada pelanggaran keimigrasian dan paspor mereka sudah tidak berlaku sejak beberapa tahun lalu.


Seorang juru bicara ICE, Lou Martinez, membenarkan penangkapan itu. Keempat pria ini menurut Martinez berada dalam tahanan ICE sambil menunggu sidang dengan seorang hakim federal.


Tapi dia tidak menolak memberikan penjelasan mengapa mereka ditangkap.


Pendeta Seth Kaper-Dale dari Gereja Reformasi di Highland Park mengatakan keempat warga Indonesia itu melarikan diri dari kampung halaman, karena sebagai penganut Nasrani mereka mengalami penganiayaan.


Kepada The New York Times pada 2012, Saul Timisela menceritakan sejumlah warga anti-Kristen di Indonesia telah memenggal seorang kerabat yang bekerja sebagai pendeta dan membakar gerejanya.


"Kami mencari kehidupan yang lebih baik, kebebasan beribadah," kata Timesela saat itu.


Baca: Dua WNI di Amerika Serikat Terancam Deportasi


Kaper-Dale menuturkan, keempat warga Indonesia ini tiba di Amerika Serikat dengan visa turis pada 1990-an setelah melarikan diri dari apa yang mereka gambarkan sebagai penganiayaan agama.


Meskipun mereka penganut Kristen, setelah 11 September 2001, semua pemegang visa sementara laki-laki dari negara-negara Muslim, diminta mengikuti kebijakan Pemerintahan Bush untuk mendaftar ke pemerintah federal. Itulah yang membuat mereka berada dalam radar ICE.


Mereka, kata Kaper-Dale, kemudian mengajukan permohonan suaka, namun permohonan mereka ditolak karena mereka melewatkan tenggat waktu yang berakhir satu tahun setelah kedatangan mereka.


Jadi mereka tinggal di New Jersey tanpa status warga permanen, bekerja sebagai buruh di gudang dan pabrik, hingga ICE mendeportasi sekelompok orang Kristen Indonesia pada 2006. Keempat pria ini selamat dari upaya deportasi.


Pada 2009, Kaper-Dale membantu mencapai kesepakatan dengan pemerintahan Obama yang memungkinkan puluhan orang untuk tinggal di negara tersebut di bawah masa percobaan yang dikenal sebagai "pengawasan".


Baca: Percepat Deportasi, Hakim Dikirim ke 12 Kota di Amerika Serikat


Kesepakatan itu hanya berlangsung hingga 2012, saat deportasi dilanjutkan. Jadi, Kaper-Dale mengubah gerejanya menjadi tempat perlindungan yang aman, menampung orang-orang Kristen Indonesia selama 11 bulan. Kesulitan mereka mendapat perhatian media nasional.


Untuk membantu mereka tetap bertahan, Kaper-Dale berargumen orang-orang Indonesia ini telah berkontribusi kepada masyarakat. Salah satu warga Indonesia yang dijadwalkan untuk dideportasi, Harry Pangemanan, telah membantu membangun kembali 200 rumah setelah Topan Sandy menghantam.


Mereka kemudian dibebaskan dengan pengawasan. Tapi sejak Senin lalu dan di bawah rezim Donald Trump, situasi berubah dan keempat WNI ini terancam dideportasi dari Amerika Serikat.


WCNY | SITA PLANASARI AQUADINI



Berita terkait

Biden Soal Bentrok Mahasiswa Pro-Palestina: Boleh Protes, Asal Jangan Bikin Kekacauan

2 jam lalu

Biden Soal Bentrok Mahasiswa Pro-Palestina: Boleh Protes, Asal Jangan Bikin Kekacauan

Presiden AS Joe Biden mengkritik gelombang unjuk rasa pro-Palestina yang berlangsung di berbagai kampus di seluruh negeri.

Baca Selengkapnya

Demonstran Pro-Palestina dan Polisi Bentrok di Kampus AS, Ratusan Mahasiswa Ditangkap

5 jam lalu

Demonstran Pro-Palestina dan Polisi Bentrok di Kampus AS, Ratusan Mahasiswa Ditangkap

Unjuk rasa pro-Palestina di kampus Amerika Serikat berujung rusuh antara polisi dan demonstran.

Baca Selengkapnya

AS Akui Salah, Serangan Drone di Suriah Bukan Bunuh Pemimpin Al Qaeda Tapi Petani

5 jam lalu

AS Akui Salah, Serangan Drone di Suriah Bukan Bunuh Pemimpin Al Qaeda Tapi Petani

Amerika Serikat mengakui salah telah membunuh warga sipil saat menargetkan pemimpin Al Qaeda di Suriah dalam serangan drone.

Baca Selengkapnya

Berbeda dari Columbia, UC Berkeley Izinkan Mahasiswa Pro-Palestina Unjuk Rasa Damai

6 jam lalu

Berbeda dari Columbia, UC Berkeley Izinkan Mahasiswa Pro-Palestina Unjuk Rasa Damai

Protes mahasiswa pro-Palestina di Universitas California, Berkeley (UC Berkeley) berlangsung tanpa penangkapan oleh polisi.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa Pro-Palestina dan Pro-Israel Bentrok di Kampus di AS, Ini Profil UCLA

15 jam lalu

Mahasiswa Pro-Palestina dan Pro-Israel Bentrok di Kampus di AS, Ini Profil UCLA

Profil kampus UCLA tempat bentrok demo mahasiswa pendukung alias Pro-Palestina dengan pendukung Israel

Baca Selengkapnya

Sejarah dan Arti Elemen-elemen dalam Bendera Korea Selatan

20 jam lalu

Sejarah dan Arti Elemen-elemen dalam Bendera Korea Selatan

Bendera Korea Selatan memuat arti tanah (latar putih), rakyat (lingkaran merah dan biru), dan pemerintah (empat rangkaian garis atau trigram hitam).

Baca Selengkapnya

Brown Jadi Universitas AS Pertama yang Pertimbangkan Divestasi dari Israel

21 jam lalu

Brown Jadi Universitas AS Pertama yang Pertimbangkan Divestasi dari Israel

Pengunjuk rasa pro-Palestina dan anti-Israel membersihkan perkemahan di kampus setelah mencapai kesepakatan dengan administrasi universitas Brown.

Baca Selengkapnya

Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York

23 jam lalu

Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York

Donald Trump memuji polisi New York yang menggerebek unjuk rasa pro-Palestina di Universitas Columbia.

Baca Selengkapnya

Partai Demokrat AS Kirim Surat ke Joe Biden, Minta Cegah Serangan Israel di Rafah

1 hari lalu

Partai Demokrat AS Kirim Surat ke Joe Biden, Minta Cegah Serangan Israel di Rafah

Puluhan anggota Partai Demokrat AS menyurati pemerintahan Presiden Joe Biden untuk mendesak mereka mencegah rencana serangan Israel di Rafah.

Baca Selengkapnya

5 Fakta Osama bin Laden, Pendiri Al-Qaeda yang Ditembak Mati AS pada 2 Mei 2011

1 hari lalu

5 Fakta Osama bin Laden, Pendiri Al-Qaeda yang Ditembak Mati AS pada 2 Mei 2011

Hari ini, 2 Mei 2011, Osama bin Laden ditembak mati oleh pasukan Amerika. Berikut fakta-fakta Osama bin Laden.

Baca Selengkapnya