TEMPO.CO, Washington - Pemerintah Amerika Serikat membatalkan penjualan senjata ke Filipina menyusul perselisihan antara Washington dan Manila. Pembatalan ini sebagai jawaban Amerika atas kebijakan Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam pemberantasan narkoba yang dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM).
Dalam kesepakatan sebelumnya, polisi nasional Filipina akan menerima sekitar 26 ribu senapan serbu untuk membantu Presiden Duterte dalam memerangi perdagangan narkoba.
Baca:
Dikunjungi SBY, Wiranto Bantah Bahas TPF Munir
Pertama Kali, Putri Bungsu Presiden Putin Tampil di Publik
Senator Ben Cardin dari Partai Demokrat yang mengetuai Komite Senat Hubungan Luar Negeri, menentang kebijakan Duterte. Menurut sumber di Senat, Cardin menyuarakan penentangannya terhadap kesepakatan setelah menerima prenotification dari Kementerian Luar Negeri.
Informasi pembatalan penjualan senjata muncul sehari setelah Presiden Duterte mengumumkan niatnya untuk memutuskan kerja sama militer dan ekonomi dengan Amerika, serta menyerukan personel militer Amerika untuk meninggalkan Filipina.
Presiden Duterte, 71 tahun, mengatakan Washington harus berhenti memperlakukan Manila seperti "anjing yang diikat tali." Pernyataan keras Presiden Duterte tersebut dibuat menyusul serangkaian kecaman dari Amerika terkait dengan kebijakan perang terhadap narkobanya.
Lebih dari 2.000 orang telah tewas selama perang terhadap narkoba di Filipina, yang dimulai pada akhir Juni, ketika Presiden Duterte mulai menjalankan pemerintahan.
INQUIRER | PRESS TV | YON DEMA
Berita terkait
Biden Soal Bentrok Mahasiswa Pro-Palestina: Boleh Protes, Asal Jangan Bikin Kekacauan
3 jam lalu
Presiden AS Joe Biden mengkritik gelombang unjuk rasa pro-Palestina yang berlangsung di berbagai kampus di seluruh negeri.
Baca SelengkapnyaDemonstran Pro-Palestina dan Polisi Bentrok di Kampus AS, Ratusan Mahasiswa Ditangkap
6 jam lalu
Unjuk rasa pro-Palestina di kampus Amerika Serikat berujung rusuh antara polisi dan demonstran.
Baca SelengkapnyaAS Akui Salah, Serangan Drone di Suriah Bukan Bunuh Pemimpin Al Qaeda Tapi Petani
6 jam lalu
Amerika Serikat mengakui salah telah membunuh warga sipil saat menargetkan pemimpin Al Qaeda di Suriah dalam serangan drone.
Baca SelengkapnyaBerbeda dari Columbia, UC Berkeley Izinkan Mahasiswa Pro-Palestina Unjuk Rasa Damai
8 jam lalu
Protes mahasiswa pro-Palestina di Universitas California, Berkeley (UC Berkeley) berlangsung tanpa penangkapan oleh polisi.
Baca SelengkapnyaMahasiswa Pro-Palestina dan Pro-Israel Bentrok di Kampus di AS, Ini Profil UCLA
17 jam lalu
Profil kampus UCLA tempat bentrok demo mahasiswa pendukung alias Pro-Palestina dengan pendukung Israel
Baca SelengkapnyaSejarah dan Arti Elemen-elemen dalam Bendera Korea Selatan
21 jam lalu
Bendera Korea Selatan memuat arti tanah (latar putih), rakyat (lingkaran merah dan biru), dan pemerintah (empat rangkaian garis atau trigram hitam).
Baca SelengkapnyaBrown Jadi Universitas AS Pertama yang Pertimbangkan Divestasi dari Israel
23 jam lalu
Pengunjuk rasa pro-Palestina dan anti-Israel membersihkan perkemahan di kampus setelah mencapai kesepakatan dengan administrasi universitas Brown.
Baca SelengkapnyaPartai Demokrat AS Kirim Surat ke Joe Biden, Minta Cegah Serangan Israel di Rafah
1 hari lalu
Puluhan anggota Partai Demokrat AS menyurati pemerintahan Presiden Joe Biden untuk mendesak mereka mencegah rencana serangan Israel di Rafah.
Baca Selengkapnya5 Fakta Osama bin Laden, Pendiri Al-Qaeda yang Ditembak Mati AS pada 2 Mei 2011
1 hari lalu
Hari ini, 2 Mei 2011, Osama bin Laden ditembak mati oleh pasukan Amerika. Berikut fakta-fakta Osama bin Laden.
Baca SelengkapnyaPastor di AS Kecanduan Gim Candy Crush hingga Curi Dana Gereja Rp 650 Juta
1 hari lalu
Seorang pastor di Amerika Serikat menghabiskan dana gereja karena kecanduan game online Candy Crush.
Baca Selengkapnya