Standar Ganda AS terhadap Israel atas Pembunuhan Warganya
Editor
Ida Rosdalina
Senin, 9 September 2024 13:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Aysenur Ezgi Eygi, 26 tahun, seorang aktivis HAM asal Amerika Serikat, ditembak dan dibunuh pada hari Jumat, 6 September 2024, di desa Beita, Tepi Barat, dekat Nablus, dalam sebuah protes tanpa kekerasan terhadap perluasan pemukiman ilegal Yahudi dan meningkatnya kekerasan pemukim terhadap pemilik rumah dan tanah Palestina.
Laporan otopsi telah mengkonfirmasi bahwa Eygi terbunuh oleh peluru penembak jitu di kepala, Gubernur Nablus Ghassan Daghlas mengumumkan pada Sabtu, seperti dikutip Anadolu Agency. Ini artinya, Eygi telah menjadi target pembunuhan.
Sayang hingga kini, kematian Eygi sama sekali tidak memancing kecaman dari para politkus AS, tidak ada pernyataan dari Presiden AS, Joe Biden, atau Wakil Presiden Kamala Harris.
Hal yang sangat berbeda terjadi ketika beberapa warga Israel, termasuk salah satunya yang memiliki kewarganegaraan ganda Amerika Serikat, Hersh Goldberg-Polin, terbunuh di Gaza pekan lalu. Media massa berlomba-lomba mengutip kecaman dari berbagai politikus Amerika.
Biden mengatakan bahwa ia "sangat terpukul dan marah" atas kematian Polin. Bahkan Harris memanjatkan doa Yahudi untuk korban, dengan mengatakan, "Semoga kenangan Hersh menjadi berkah."
Tidak berhenti di situ, Harris melanjutkan dengan mengecam Hamas sebagai "organisasi teroris yang jahat," dan menambahkan bahwa "dengan pembunuhan ini, Hamas memiliki lebih banyak darah Amerika di tangannya."
Namun, ketika Eigy dibunuh Israel, baik Biden maupun Harris secara pribadi bungkam. Gedung Putih hanya mengeluarkan pernyataan bahwa mereka "sangat terganggu" dengan kematiannya.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa AS sedang menyelidiki kematian seorang warga negara Amerika yang ditembak dan dibunuh dalam sebuah protes di Tepi Barat, sebuah insiden yang mengancam akan memperkeruh hubungan dengan Israel.
Blinken menolak untuk menjawab apakah pembunuhan tersebut akan mendorong evaluasi ulang terhadap langkah pemerintahan Biden untuk tetap mengirim senjata ke Israel, sekutu lamanya, meskipun ada kritik terhadap penanganan pasukan Israel dalam perang melawan Hamas di Jalur Gaza dan perlakuannya terhadap warga Palestina di Tepi Barat.
Standar Ganda
Standar ganda yang ditampilkan para politikus dan media AS membuat aktivis-aktivis di media social geram. Seperti dikutip Arab News, pengacara hak asasi manusia dan penulis Qasim Rashid mengutuk standar ganda media Amerika, dengan menulis di X: "Memalukan bagi media-media yang sudah tua ini. Tidak ada satu pun yang bersedia menyatakan fakta bahwa militer Israel membunuh Aysenur Ezgi Eygi - seorang warga negara AS. Tampaknya, sebuah peluru ajaib muncul dari udara dan membunuhnya. Ini adalah bagaimana media lama menormalkan kekerasan terhadap orang kulit berwarna."
Keadilan bagi warga negara AS yang terbunuh oleh tentara Israel telah lama terbukti sulit dipahami, dan banyak yang menuduh pemerintahan Presiden Joe Biden menerapkan standar ganda terhadap Israel dan militernya.
<!--more-->
Impunitas Israel
Setelah lulus dari universitas, Eygi menjadi sukarelawan di Gerakan Solidaritas Internasional, yang memantau dan memprotes perluasan permukiman ilegal khusus Yahudi di tanah milik non-Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
ISM merilis sebuah pernyataan panjang yang menggambarkan Eygi sebagai "demonstrasi damai bersama warga Palestina" namun mengkritik kemunafikan para politisi Amerika dan tanggapan media terhadap kematiannya.
"Ini hanyalah contoh lain dari impunitas yang diberikan kepada pemerintah dan tentara Israel selama puluhan tahun, yang didukung oleh dukungan pemerintah AS dan Eropa, yang terlibat dalam memungkinkan terjadinya genosida di Gaza. Warga Palestina telah menderita terlalu lama di bawah beban penjajahan. Kami akan terus berdiri dalam solidaritas dan menghormati para martir sampai Palestina merdeka."
Al Jazeera menyebutkan anggota Kongres Amerika keturunan Palestina, Rashida Tlaib, termasuk di antara para pejabat AS yang pertama kali menanggapi pembunuhan tersebut, dan ia meminta Menteri Luar Negeri Antony Blinken untuk "melakukan sesuatu untuk menyelamatkan nyawa".
The New York Times, seperti dilansir Arab News, mendapat kritikan tajam ketika melaporkan bahwa Eygi telah "bergabung dengan unjuk rasa di Beita, di mana penduduk telah melakukan protes selama bertahun-tahun - terkadang dengan kekerasan - terhadap pos pemukim di tanah yang diklaim oleh desa tersebut."
Media tersebut kemudian memperbarui berita tersebut dengan menghapus frasa "terkadang dengan kekerasan" dari berita asli yang ditulis oleh Ephrat Livni, seorang penulis Israel-Amerika.
<!--more-->
Kematian Warga AS tanpa Pertanggungjawaban Israel
Para aktivis mempertanyakan komitmen pemerintah AS terhadap keselamatan warga Amerika di luar negeri, khususnya di wilayah Palestina yang diduduki.
Mereka merujuk pada serangkaian pembunuhan besar-besaran oleh pasukan Israel yang menurut mereka tidak dimintai pertanggungjawaban oleh Washington. Awal tahun ini, misalnya, seorang polisi Israel yang sedang tidak bertugas dan seorang pemukim melepaskan tembakan yang menewaskan seorang warga AS berusia 17 tahun, Tawfiq Ajaq, di dekat desa leluhurnya, al-Mazraa ash-Sharqiya, di Tepi Barat. Hingga saat ini, belum ada sanksi hukum yang dijatuhkan kepada pelaku.
Pada 2022, seorang penembak jitu Israel juga menembak warga negara AS dan jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh, yang pada saat itu sedang melakukan peliputan di kamp pengungsi Jenin, Tepi Barat.
Militer Israel kemudian mengakui bahwa tentaranya telah menembakkan peluru yang mematikan itu, namun menganggap pembunuhan itu sebagai kecelakaan dan menolak untuk menghukum siapa pun yang terlibat. Sementara Biro Investigasi Federal AS (FBI) membuka penyelidikan hampir dua tahun yang lalu, namun hingga kini belum ada perkembangan atau penyelesaian.
Pada tahun yang sama, seorang warga Amerika keturunan Palestina, Omar Assad, yang berusia 78 tahun, meninggal dunia setelah ditahan oleh tentara Israel di sebuah pos pemeriksaan di dekat rumahnya di Jiljilya. AS akhirnya menolak untuk memotong dana untuk unit tentara tersebut, meskipun memiliki rekam jejak pelanggaran.
Contoh-contoh lain bisa dilihat lebih dari satu dekade lalu. Pada tahun 2010, remaja Furkan Dogan, seorang remaja berkewarganegaraan ganda AS dan Turki, terbunuh ketika pasukan komando Israel menaiki sebuah kapal yang mencoba mengirimkan bantuan ke Gaza.
Dan pada 2003, seorang tentara Israel yang mengendarai buldoser melindas seorang warga Washington, Rachel Corrie, hingga tewas ketika ia memprotes penghancuran rumah-rumah warga Palestina.
Reaksi Gedung Putih dan Israel
Dalam kasus pembunuhan pada hari Jumat, pemerintahan Biden mengindikasikan bahwa mereka akan bergantung pada Israel untuk menyelidiki insiden tersebut.
"Kami telah menghubungi pemerintah Israel untuk meminta informasi lebih lanjut dan meminta penyelidikan atas insiden tersebut," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Sean Savett.
Dia menambahkan bahwa pemerintah "sangat terganggu oleh kematian tragis tersebut".
Sementara itu, militer Israel mengeluarkan sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa pasukannya telah "menanggapi dengan tembakan terhadap penghasut utama kegiatan kekerasan yang melemparkan batu ke arah pasukan yang menjadi ancaman bagi mereka".
Pihaknya mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki laporan "bahwa seorang warga negara asing terbunuh akibat tembakan yang dilepaskan di daerah tersebut".
Israel adalah salah satu sekutu terdekat AS di Timur Tengah, dan para kritikus khawatir hal itu telah menyebabkan keengganan untuk mengejar keadilan dalam kasus-kasus di mana tentaranya tampak bersalah.
ARAB NEWS | AL ARABIYA | AL JAZEERA
Pilihan Editor: Daftar Kebrutalan Israel dalam Pembunuhan Aktivis HAM 2 Dekade Terakhir